Warga berjualan di kawasan Rumah Susun (Rusun) Pinus Elok, Jakarta Timur, Jakarta, Sabtu (23/1). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan membangun 20.188 unit rumah susun sewa sederhana (rusunawa) di sejumlah lokasi guna menampung warga yang direlokasi karena program pencegahan bencana banjir. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/kye/16

Jakarta, Aktual.com — Komisi D DPRD DKI Jakarta meminta pemerintah provinsi (pemprov) bersikap cepat terhadap masalah di rumah susun (rusun) yang diadukan para penghuni kepada dewan.

Sebab, menurut Sekretaris Komisi D, Panji Virgianto, banyak pengembang dan pengelola rusun yang mengambil kebijakan semena-mena dan cenderung memberatkan penghuni, sebagaimana yang terjadi di Green Pramuka City (GPC), Cempaka Putih, Jakarta Pusat.

“Misalnya, sesuka-sukanya pengelola untuk menentukan besaran tarif air, listrik. Padahal, itu kan kewenangan instansi terkait,” ujarnya di Gedung DPRD, Kebon Sirih, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (10/5).

Apabila penghuni menolak mengikuti kebijakan pengelola, ucap Panji dalam rapat bersama Kepala Disdukcapil Edison Sianturi serta Asda Pembangunan dan LH Setda DKI Gamal Sinurat, maka fasilitas tersebut tidak bisa diperoleh.

“Biaya parkir juga. Itu kan aset bersama yang seharusnya tidak perlu ada pungutan lagi. Kalaupun ada perawatan, kan masuknya dalam IPL (iuran pengelolaan lingkungan),” beber Ketua DPC Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Jakarta Selatan ini.

Berdasarkan catatan Komisi D, persoalan serupa juga terjadi di beberapa lokasi di ibukota. Misalnya, Apartemen Kalibata City, East Park, Pancoran River Side, dan Apartemen Laguna.

“Sampai sekarang, belum ada P3SRS (Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun). Padahal, mereka telah menghuni bertahun-tahun lamanya,” ucap Panji.

Karenanya, Pemprov DKI diminta membuat terobosan, seperti mendorong terbentuknya P3SRS sebelum seluruh unit selesai dibangun pengembang.

“Masa harus tunggu sampai selesai? Kalau 30 tahun pembangunan selesai, berarti harus tunggu 30 tahun dong baru bisa dibentuk P3SRS?” ketusnya.

Sementara itu, Anggota Komisi D lainnya, Prabowo Soenirman menilai, adanya polemik antara penghuni rusun dengan pengembang atau pengelola, karena buruknya pengawasan yang dilakukan Pemprov DKI.

“Seharusnya, setelah pengembang diberikan izin untuk membangun, ada kontrol secara berkesinambungan, baik ketika dibangun, dihuni, hingga benar-benar selesai. Biar enggak ada persoalan kayak gini,” paparnya.

Politikus Gerindra ini pun mengusulkan, agar sebaiknya Pemprov DKI membuat daftar hitam pengembang atau pengelola hunian dan dipublikasikan kepada masyarakat luas. Sehingga, nantinya masyarakat dapat memilah sebelum membeli properti.

“Pengembang nakal juga sebaiknya di-blacklist dari daftar peserta tender proyek pemerintah. Saya rasa ini cukup tegas untuk memberikan efek jera,” pungkas Prabowo.

Artikel ini ditulis oleh: