Jakarta, Aktual.co — Salah satu topik yang menarik pada masa kampanye Pilpres 2014 ialah wacana ke depan terkait dengan peningkatan perlindungan WNI di manca negara.
Perlindungan sebagai salah satu fungsi diplomasi telah sejak lama menjadi prioritas Kemlu dan segenap jajaran Perwakilan RI. Perangkat aturan dan dasar hukum pelaksanaan perlindungan pada tingkat Kepmenlu telah ada guna melengkapi UU No 39/2004 dan amanah UUD 1945 tentang perlindungan TKI merupakan wujud kepedulian serius jajaran Kemlu dalam menjalankan perlindungan WNI dan BHI di manca negara.
“Tidak satu pun WNI akan dibiarkan terlantar tanpa perlindungan di manca negara” adalah jargon dan wujud komitmen Menlu RI yang menjadi soko guru perlindungan WNI oleh segenap jajaran Kemlu dan Perwakilan RI di era SBY. Diyakini jargon ini akan dilanjutkan dan terus dibenahi oleh Kemlu pada era Kabinet Kerja.
Ditengarai, selama ini terdapat asumsi dan pemahaman yang kiranya perlu diluruskan dalam upaya membenahi dan memperkuat program perlindungan WNI di manca negara di masa mendatang.
Asumsi yang beredar luas selama ialah bahwa perlindungan WNI di manca negara adalah tanggungjawab sepenuhnya dan akan tuntas dan selesai dengan adanya peranan fungsi Perlindungan (Protection) oleh diplomat dan Perwakilan RI. Pemahaman ini ke depan harus diluruskan, karena perlindungan sejatinya tidak hanya berujud pemulangan TKI Informal Bermasalah (TKI-IB), menyelesaian tunggakan gaji serta melepaskan pelaku aksi pidana dari hukuman pancung (qisash) atau denda Diyat, apalagi jika didasarkan atas belas kasihan, dan mengabaikan azas peri keadilan.
Program perlindungan/repatriasi TKI-IB dari manca negara oleh KBRI-KJRI akan terkesan sebagai pekerjaan yang sia-sia dan percuma, ibarat menangguk air di laut, never ending story, jika push factors eksportasi TKI Informal non-prosedural bahkan ilegal dari dalam negeri tidak dihentikan di hulu melalui penegakan hukum yang sangat keras dan tegas. Arang habis besi binasa…. dana perlindungan habis namun persoalan pemulangan TKI I dan B tidak pernah tuntas karena sebab-musabab dan asal-muasalnya persoalan tidak pernah tuntas dihentikan di dalam negeri.
Sejatinya perlindungan WNI-TKI-IB yang paripurna dapat terwujud dengan rasa tanggungjawab dan sikap sadar hukum dari segenap pemangku kepentingan dengan menepis jauh-jauh naluri menjadikan bisnis TKI-IB sebagai sumber nafkah yang tidak amanah dan jauh dari berkah oleh para oknum dan petualang.
Harus diakui, kasat mata – selama ini sebagian besar pemangku kepentingan terkait eksportasi TKI-IB telah melakukan pelanggaran serius terhadap UU no 39 tahun 2004 tentang pengiriman TKI yang dalam salah satu pasalnya mengamanatkan bahwa pengiriman TKI hanya boleh dilakukan ke negara yang memiliki MOU Perlindungan atau memiliki UU tentang perlindungan TKA (a.l. Hong Kong, Taiwan, Korsel dll). Sangat disayangkan bahwa dari tahun ke tahun telah terjadi pembiaran (ignorance) oleh para penegak hukum dan pemangku kepentingan dan telah nyata-nyata melakukan pelanggaran hukum yang memenuhi syarat untuk dihukum berat.
Menyikapi dan menyambut wacana peningkatan perlindungan TKI ala Jokowi-JK, terdapat rekomendasi yang dapat dijadikan titik tolak pembenahan perlindungan TKI khususnya TKI-IB di manca negara sbb:
1. Pemerintah harus tegas dan penuh tanggungjawab menegakkan aturan sesuai dengan isi dan amanah UU no 39 tahun 2004 tentang pengiriman TKI ke manca Negara. Bahwa pengiriman TKI Informal hanya akan dilakukan ke negara yang telah nyata-nyata memiliki MoU perlindungan TKI atau negara penerima telah memiliki instrumen aturan-UU tentang Perlindungan Tenaga Kerja Asing.
2. Kebijakan moratorium pengirimana TKI-IB ke negara tertentu harus diamankan oleh segenap pemangku kepentingan.
3. Menegakkan aturan dan mewajibkan seluruh pemangku kepentingan untuk mendahulukan pentingnya kewajiban uji sertifikasi kompetensi calon TKI-IB tanpa kecuali, sehingga TKI-IB terkirim ialah mereka yang benar-benar memenuhi syarat uji klinis fisik yang baik, uji mental dan usia, dan mengkuhum berat dan menjerat para pemalsu data diri TKI-IB serta pemalsu ijazah TKI-IB dengan menerapkan ketentuan UU tentang Sertifikasi Uji Kompetensi dan ketentuan KUHP terkait.
4. Mewajibkan dan mengawasi secara ketat program pelatihan guna menghindari eksportasi TKI-IB bodong tanpa pelatihan yang memadai seperti marak selama ini
5. Mewajibkan pusat-pusat pelatihan TKI-IB dengan sosialisasi melalui tayangan video mengenai kondisi kemasyarakatan/lingkungan, adat istiadat, kondisi rumah majikan, jumlah keluarga calon majikan, dan kebiasaan masyarakat negara tujuan.
6. Meningkatkan kerjasama/koordinasi antar pemangku kepentingan (Kemhukham, Polri, Bareskrim, Kemenakertrans, BNP2TKI, APJATI, MUI/Kemenag (mencegah salah guna/menyiasati fasilitas Umroh sebagai dalih entry ke suatu negara di Timteng), pengawasan oleh maskapai penerbangan terhadap One-Way Ticket Passangers tanpa alasan kuat dan peranan kedutaan asing di Jakarta dalam penerbitan visa.
7. Mengkaji ulang penerapan bebas visa ke sejumlah negara di kawasan Teluk mengingat telah ditengarai dan nyata-nyata memberi sumbangsih bagi peningkatan penyalahgunaan visa untuk tujuan lalu lintas manusia/TKI-IB ilegal ke kawasan Teluk.
Pesan moral dari rekomendasi ini ialah bahwa tidak ada jalan pintas yang menjamin terlaksananya perlindungan paripurna bagi TKI-IB kecuali didukung tindakan tegas dan sikap fokus Kabinet Jokowi-JK untuk membenahi perlindungan WNI dan TKI-IB sejak dari hulu (domestik) hingga ke hilir/manca negara melalui penegakan hukum secara murni dan konsekwen dan berkesinambungan.
Sebelum terlambat dan terpuruk lebih jauh, kita harus dan perlu segera melakukan Image Rebuilding khususnya di kawasan Teluk, mengingat jargon yang sangat menyakitkan gendang telinga, dan memilukan hati bahwa bangsa kita getol mengekspor babu murah…..If you want to change the image…you should change the reality …. domestically in particular …wallahu alam…
Oleh: Sahat Sitorus
Pengamat Masalah Sosial, tinggal di Jakarta
sahatsitorus@yahoo.com
Artikel ini ditulis oleh: