Lebih lanjut, Arief mengatakan kegiatan penyaluran intervensi pengendalian kerawanan pangan tersebut sejalan dengan amanat yang diemban Bapanas berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 tahun 2021, salah satunya menyelenggarakan fungsi pengadaan, pengelolaan, dan penyaluran bantuan pangan.

Menurut dia, selain yang saat ini sedang berlangsung, yakni bantuan pangan beras kepada 22 juta keluarga penerima manfaat (KPM) serta bantuan pangan daging ayam dan telur ayam kepada 1,4 juta keluarga risiko stunting (KRS), Bapanas juga mulai melaksanakan kegiatan Intervensi Pengendalian Kerawanan Pangan.

“Pada tahun 2024 ini, intervensi tersebut menyasar 20 kabupaten/kota dari delapan provinsi sebagai lokus intervensi, di mana bantuan pangan akan diberikan kepada 45.000 keluarga pada 233 desa yang teridentifikasi berdasarkan by name by address dengan sumber data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) Kemenko PMK,” katanya.

Ia mengharapkan kegiatan tersebut menjadi pemantik pemerintah daerah, khususnya 20 kabupaten dan delapan provinsi lokus untuk melanjutkan dan mereplikasi kegiatan serupa dengan dukungan APBD, sehingga status ketahanan pangan dan gizi masyarakat meningkat.

Menurut dia, pemilihan piloting dan stimulan pada 20 kabupaten/kota di delapan provinsi itu didasarkan pada indikator Prevalence of Undernourishment (PoU) dan daerah rentan rawan pangan Prioritas 2-3 pada Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (Food Security and Vulnabirility Atlas/FSVA) Nasional Tahun 2023.

Dalam hal ini, kata dia, berdasarkan FSVA tahun 2022, terdapat 74 kabupaten/kota rentan rawan pangan, yang kemudian turun menjadi 68 kabupaten/kota pada tahun 2023.

Melalui intervensi pengendalian tersebut serta program lainnya yang bersinergi dengan seluruh pemangku pangan, lanjut dia, jumlah daerah rentan rawan pangan semakin menurun dan berdasarkan target FSVA menjadi 62 kabupaten/kota pada tahun 2024.

“Keberhasilan dan tercapainya tujuan kegiatan ini tentunya tidak terlepas dari dukungan dan kolaborasi lintas sektor yang baik antara pusat, provinsi, dan kabupaten/kota, khususnya dalam mengawal kegiatan agar terlaksana dengan baik dan akuntabel hingga ke penerima bantuan,” kata Arief.

Sementara itu, Sekretaris Daerah Jawa Tengah Sumarno mengatakan berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), Jawa Tengah ditunjuk sebagai provinsi penumbuh pangan dan penumbuh industri, sehingga membutuhkan keseriusan dalam menghadirkan program yang menjaga ketahanan pangan karena merupakan bagian dari ketahanan negara.

“Dalam penanganan problem kemiskinan, kerawanan pangan, stunting, dan sebagainya, kita tidak bisa berdiri sendiri, berkolaborasi dengan semua pihak, sehingga mudah-mudahan apa yang dilakukan ini menjadi inspirasi untuk melakukan hal yang sama dan tentu saja penanganan kemiskinan ekstrem dan kemiskinan di Jawa Tengah bisa kita tuntaskan,” katanya.

Penjabat Bupati Cilacap Awaluddin Muuri mengatakan angka POU di Kabupaten Cilacap pada tahun 2023 sebesar 12,9 persen dengan estimasi jumlah penduduk 2.020.000 jiwa.

“Oleh karena itu, kegiatan intervensi pengendalian kerawanan pangan sangat penting untuk menurunkan jumlah warga yang masuk dalam kategori undernourished,” katanya.

Berdasarkan data, Provinsi Jawa Tengah dalam kegiatan Intervensi Pengendalian Kerawanan Pangan tersebut mendapatkan alokasi untuk 18.567 KPM yang tersebar di empat kabupaten, yakni Kebumen sebanyak 4.596 KPM, Banjarnegara 3.621 KPM, Purworejo 3.552 KPM, dan yang terbanyak di Cilacap sebanyak 6.798 KPM.

Artikel ini ditulis oleh:

Arie Saputra