Jakarta, Aktual.com — Pemerintah menyatakan anggaran tidak mengikat atau anggaran diskresi dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016 sebesar 19 persen atau sekitar Rp398 triliun dari postur belanja yang mencapai Rp2.905 triliun.
“Anggaran sebesar Rp398 triliun ini merupakan alokasi anggaran yang bisa diotak-atik. Jika ditanya programnya, ya, akan sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional dan Rencana Kerja Pemerintah,” kata Deputi Pendanaan Pembangunan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Wismana Adi Suryabrata di Jakarta, Jumat (31/7).
Wismana menuturkan bahwa sebagian besar dari postur belanja negara sebesar 81 persen merupakan anggaran terikat atau yang sudah ditetapkan sesuai dengan undang-undang (mandatory budget).
Wismana masih enggan memerinci program dan proyek prioritas yang menjadi sasaran dari pagu anggaran tidak mengikat itu. Namun, dia tidak menampik jika pagu anggaran tersebut akan banyak untuk program perecepatan pembangunan proyek-proyek infrastruktur, seperti agenda RKP 2016.
Menurut dia, jumlah anggaran tidak mengikat itu bisa saja bertambah, bergantung pada realisasi penerimaan negara hingga akhir tahun.
Adapun anggaran terikat, sesuai ketentuan undang-undang, antara lain, anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari postur belanja negara, yakni Rp419 triliun, kesehatan 5 persen atau sebesar Rp105 triliun, dan pensiun 4 persen sebesar Rp80 triliun.
Kemudian, biaya pegawai kementerian/lembaga 6 persen atau sebesar Rp135 triliun, bunga utang 9 persen atau sebesar Rp183 triliun, transfer daerah dan dana desa 37 persen atau sebesar Rp769 triliun, subsidi 9 persen atau sekitar Rp198 trilin, dan program sosial dan lain-lain 5 persen sebesar Rp100 triliun.
“Kenaikan alokasi anggaran transfer ke daerah menunjukkan upaya percepatan desentralisasi fiskal,” ujar Wismana.
Wakil Presiden Jusuf Kalla sebelumnya mengingatkan kecermatan dan ketepatan dalam merealisasikan anggaran menjadi penentu dalam mendorong stimulus APBN untuk perekonomian nasional.
Untuk anggaran pendidikan, misalnya, Jusuf meminta anggaran yang mencapai Rp419 triliun digunakan sesuai dengan agenda dan tujuan pendidikan, seperti meningkatkan kesejahteraan guru, memperbaiki sekolah menengah kejuruan dan mendorong penggunaan Kartu Indonesia Pintar.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka