Jakarta, aktual.com – Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) membeberkan sejumlah strategi agar ekonomi Indonesia tumbuh rata-rata enam persen dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
“Rumusnya pertumbuhan adalah fungsi dari konsumsi, investasi pemerintah, investasi dan ekspor impor,” Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian PPN/Bappenas Arifin Rudiyanto di Jakarta, Minggu malam (15/12).
Dalam media briefing Musrenbang RPJMN 2020-2024, Arifin menjabarkan strategi itu di antaranya mendorong pertumbuhan tinggi investasi khususnya sektor manufaktur.
Sektor manufaktur, kata dia, karena memiliki nilai tambah yang tinggi dan hilirisasi masih potensial digarap dengan mengupayakan teknologi tinggi dan investasi yang besar.
Strategi lain, lanjut dia, memperbaiki iklim investasi melalui penyederhanaan regulasi dan prosedur investasi terutama di daerah.
Selain itu, pemilihan lokasi yang difokuskan di kawasan industri dan kawasan ekonomi khusus (KEK).
Sementara itu, untuk mendorong stimulus bagi ekonomi RI, kebijakan fiskal akan diarahkan lebih longgar dan kebijakan yang pro investasi khususnya manufaktur.
Untuk memperbaiki defisit transaksi berjalan, lanjut dia, pemerintah akan menggenjot sektor pariwisata karena mendatangkan devisa bagi negara.
Selain itu, pemerintah mengembangkan produk yang menggantikan produk ekspor.
Dari sisi produksi, pemerintah akan mendorong industrialiasi dengan mengembangkan inovasi dan transfer teknologi untuk menciptakan lapangan kerja baru dan memperkuat ekonomi domestik.
“Kementerian dan lembaga harus memastikan yang disepakati dalam RPJMN ini terlaksana dengan baik,” imbuhnya.
Strategi tersebut disiapkan menyikapi sejumlah tantangan ekonomi global yang berpotensi masih akan terjadi dalam periode RPJMN itu.
Tantangan global itu, lanjut dia, di antaranya kebijakan proteksionisme perdagangan negara lain, pelemahan ekonomi China, risiko geopolitik, perlambatan ekonomi di kawasan Uni Eropa hingga potensi krisis di Amerika Latin. (Eko Priyanto)
Artikel ini ditulis oleh:
Zaenal Arifin