Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro

Depok, Aktual.com – Menteri Perencana Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro mengingatkan pentingnya mengantisipasi sejak dini terjadinya bonus demografi atau pergeseran usia produktif di Indonesia.

“Hal ini terjadi sebagai akibat kebijakan pembatasan kelahiran kalau tahun 1970 tingkat fertilitas rasio (TFR) masih 5 sampai 6 setiap keluarga, maka saat ini 2 sampai 3 anak,” kata Menteri PPN, Bambang Brodjonegoro saat menjadi pembicara kunci dalam seminar nasional Ikatan Praktisi dan Ahli Demografi Indonesia (IPADI) kerja sama dengan Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Pembangunan UI di Depok, Senin (4/11).

Kondisi demikian berdampak kepada usia produktif yang bergeser pada usia 50-55 tahun, terlihat dengan banyaknya CEO dan pemegang posisi puncak di perusahaan dan pemerintahan direntang usia tersebut, sedangkan di tahun 1970 usia tersebut sudah masuk dalam usia pensiun, jelas Bambang.

Bambang memperkirakan dengan struktur kependudukan demikian Indonesia harus sudah menjadi negara maju sebelum 100 tahun kemerdekaan (2045), karena setelah usia tersebut akan sulit untuk mencapai pertumbuhan seperti sekarang.

Pengalaman di beberapa negara maju seperti Jepang dan Rusia ekonomi mengalami pertumbuhan negatif dimana usia muda malas untuk mencari kerja yang imbalan/ upahnya yang tidak terlalu tinggi, memilih bergantung kepada dana jaminan pemerintah, jelas Bambang.

Bahkan di Saudi warganya yang baru lulus kuliah diminta untuk berkerja di posisi-posisi yang selama ini diisi pekerja imigran seperti pertambangan, industri, dan lain sebagainya, jelas Bambang.

Bambang mengatakan ada beberapa hal yang harus diperhatikan seiring dengan keberhasilan menekan angka kelahiran (TFR), serta tingkat kematian bayi (IMR) yang membawa implikasi kepada perubahan komposisi penduduk menjelang 2045, yakni masalah pengangguran.

“Pengangguran diperkirakan 7 juta sebagian besar disebabkan kualitas sumber daya manusia yang masih rendah. Untuk itu perlunya produktivitas SDM ditingkatkan agar dapat memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi. Menjadi tantangan bersama agar sebelum masuk di usianya Indonesia sudah kaya,” kata Bambang.

Bambang mengatakan, dengan komposisi penduduk saat ini Indonesia mampu menjaga pertumbuhan ekonomi di posisi lima persen dari tingginya daya beli masyarakat atau dari sektor konsumsi, namun seiring perubahan komposisi penduduk maka pertumbuhan ekonomi harus didorong dari investasi.

Menurut Bambang, investasi yang dimaksud dalam hal ini produktivitas SDM harus diperbaiki, kalau selama ini banyak posisi perusahaan dan lembaga internasional diisi tenaga kerja asal India dan Asia Selatan, sehingga menjadi tantangan tersendiri agar SDM Indonesia memiliki standar global.

Bambang mengatakan pentingnya pendidikan vokasi agar SDM memiliki produktivitas tinggi meniru di beberapa negara yang merekrut SDM harus memiliki sertifikat keahlian baik itu tukang bangunan, tukang cukur, semua harus lulus ujian keterampilan terlebih dahulu.

Bambang juga memperkirakan India dan beberapa negara Afrika/ Nigeria akan menjadi negara dengan jumlah penduduk terbanyak, menggeser China dan Indonesia yang sangat komitmen untuk mengendalikan pertumbuhan penduduknya.

Bambang juga mengingatkan seiring dengan semakin tingginya layanan kesehatan maka harapan hidup di Indonesia juga semakin panjang diperkirakan rata-rata 73 tahun, meskipun ada pensiun namun hal ini dapat menjadi problem kependudukan juga dikemudian hari.

“Itulah sebabnya di luar negeri, mereka yang sudah memasuki usia pensiun terkadang tetap diberikan pekerjaan seperti di Singapura dan Jepang,” jelas Bambang.

Bambang mengungkapkan penyebaran penduduk di Indonesia juga dapat menjadi persoalan bukan semata-mata urbanisasi, namun semakin meluasnya wilayah metropolitan yang tidak hanya di Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, namun sudah sampai Bandung, Sukabumi, Serang yang jika tidak diantisipasi akan menjadi problem konetivitas nantinya.

Belajar dari kasus Depok yang kini menjadi kota besar, namun infrastruktur pendukungnya belum sepenuhnya siap sehingga membuat problem konektivitas saat ini, terlihat saat jam sibuk jalan menuju dan keluar Kota Depok selalu macet, papar Bambang.

ANT

Artikel ini ditulis oleh:

Antara