Jakarta, Aktual.com – Pemerintah mengakui susahnya menggenjot rasio pajak atau tax ratio. Meski Indonesia menjadi negara besar ke-15, namun tax ratio-nya masih tertinggal dari negara-negara besar lainnya. Hal ini diklaim Menteri PPN/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro karena pemerintah susah melacak aset para wajib pajaknya (WP).
Menurutnya, saat ini Indonesia yang tercatat sebagai negara dengan Produk Domestik Bruto (PDB) terbesar ke 15 di dunia, namun tak selaras dengan dengan penerimaan pajaknya yang masih rendah. “Ini karena kita memiliki tax ratio yang sangat rendah yakni hanya 11%,” ungkap Bambang, di Jakarta, Senin (23/10).
Namun begitu, dia merasa optimis dengan adanya pertukaran data untuk perpajakan atau Automatic Exchange of Information (AEoI). “Sehingga dengan begitu penerimaan perpajakan pun dapat ditingkatkan dan otomatis bisa menggenjot rasio pajak juga,” kata dia.
Karena selama ini, katanya, tanpa standar seperti AEoI itu, pemerintah mengklaim karena aparat pemerintah yang terbatas. Dengan begitu, pemerintah pun susah untuk melacak aset-aset WP-nya di banyak negara.
“Kebanyakan aset-aset itu tersembunyi di banyak negara terutama di negara-negara suaka pajak (tax havens),” jelas Bambang.
Kondisi yang lemah itu, diklaim dia, membuat para pengemplang pajak memanfaatkanya. Sehingga dalam bertahun-tahun ini data mereka susah diketahui.
“Iya itu jadi alasan utama kenapa penerimaan pajak rendah karena kita enggak bisa melacak aset bangsa yang ada di seluruh duania,” klaim dia.
Laporan Busthomi
Artikel ini ditulis oleh: