Jakarta, Aktual.com — Pemerintah memperkirakan indikasi awal pinjaman yang dapat ditarik dari Bank Investasi Infrastruktur Asia sebesar 1 miliar dolar AS atau setara dengan Rp13,7 triliun (kurs 1 dolar AS:Rp13.739), kata Deputi Pendanaan Pembangunan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas di Jakarta, Jumat (20/11).

Wismana Adi Suryabrata menuturkan indikasi pinjaman dari Bank Investasi Infrastruktur Asia (AIIB) itu berdasarkan kebutuhan pendanaan proyek yang diinginkan pemerintah melalui skema “Results-Based Lending (RBL)” atau pencairan pinjaman setelah tahapan pembangunan proyek selesai.

“Itu indikasi yang awal yang kami hitung, selanjutnya kita akan lihat kembali modalitas (AIIB),” ujar Wismana, yang mengaku tidak mengetahui rincian proyek dalam alokasi 1 miliar dolar AS itu.

Bappenas mengharapkan pinjaman dari AIIB dapat disalurkan melalui skema RBL agar pemerintah memiliki keleluasaan dalam pelaksanaan proyek itu. Misalnya, dalam pengadaan barang dan jasa proyek. pemerintah dapat menggunakan pasokan dalam negeri, tidak terbebani syarat untuk menggunakan sumber daya impor.

Namun, kata Wismana, pihaknya belum menerima syarat dan ketentuan pinjaman (terms of conditions) dari AIIB. Dia akan mengkaji kembali indikasi pinjaman kepada AIIB, jika telah mengkaji syarat dan ketentuan pinjaman.

Selain skema RBL, AIIB juga berencana untuk meyalurkan pendanaan melalui skema pinjaman langsung (direct lending). Skema pinjaman langsung ini kerap dipakan untuk mendanai proyek BUMN atau swasta.

Adapun indikasi awal pinjaman 1 miliar dolar AS oleh pemerintah tersebut berasal dari Daftar Rencana Pinjaman Luar Negeri atau “Blue Book” 2015-2019. Total pendanaan yang dibutuhkan Indonesia dalam Blue Book selama lima tahun adalah 39,9 miliar dolar AS.

Berdasarkan data yang diperoleh Antara, 31,9 miliar dolar AS dari kebutuhan total pendanaan itu sudah diminati kreditur. Sisanya sebesar 8 miliar dolar AS, masih dijajaki untuk ditawarkan ke sejumlah kreditur.

Alokasi 1 miliar dolar AS yang ditawarkan ke AIIB itu termasukd dalam sisa kebutuhan pendanaan.

Dari total 31,9 miliar dolar AS dalam Blue Book yang sudah diminati kreditur adalah 15 miliar dolar AS dari Jepang, kemudian kreditur multilateral yakni Bank Pembangunan Asia, Bank Dunia, dan Bank Pembangunan Islam dengan total 11 miliar dolar AS.

Sedangkan 5,9 miliar dolar AS lainnya diminati kreditur bilateral selain Jepang yakni Jerman, Prancis, dan Spanyol.

Lima Sektor Infrastruktur Saat kunjungan President-Designate AIIB Jin Liqun ke Jakarta, awal November 2015 lalu, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan pemerintah meminta lima sektor infrastruktur untuk didanai AIIB yakni pelabuhan, kelistrikan, bandara, rel kereta api, dan jalan tol.

Bambang menuturkan kemungkinan AIIB akan bermitra dengan Bank Dunia untuk pendanaan proyek pertamanya. Kerja sama itu juga, kata Bambang, menampik isu persaingan antara AIIB dan Bank Dunia, sebagai dua lembaga donor yang merepresentasikan pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat.

AIIB lahir atas prakarsa Presiden Tiongkok Xi Jinping saat Konferensi Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) 2013 di Bali. AIIB ditargetkan dapat memiliki modal hingga 100 miliar dolar AS secara bertahap.

Adapun Indonesia menjadi anggota AIIB dengan menyetor modal sebesar 672,1 juta dolar AS, sekaligus menjadi pemegang saham terbesar ke-delapan dari 57 negara pendiri.

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan