Jakarta, Aktual.com – Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri terus mendalami keterangan dua perwira menengah AKBP Brotoseno dan pamen berinisal D terkait uang suap sebesar Rp1,9 miliar terkait kasus dugaan korupsi cetak sawah di Ketapang, Kalimantan Barat.
“Sudah kita mintai keterangan saksi-saksi terlapor, interview sudah,” kata Kabareskrim Polri Komjen Ari Dono Sukmanto di Komplek Mabes Polri, Jakarta, Kamis (24/11).
Dia menjelaskan, dari keterangan Brotoseno dan D, uang Rp 1,9 miliar itu diterima dari pengacara berinisial HR agar penyidikan kasus cetak sawah diperlambat. Dengan dalil kliennya DI harus bepergian ke luar negeri untuk mengurus bisnis dan berobat.
Namun saat disinggung apakah DI bakal ikut diperiksa dalam kasus ini, kata Ari Dono pihaknya akan segera memanggil DI untuk dimintai keterangan terkait hal tersebut.
Meski begitu, Kabareskrim enggan menyebut siapa DI itu. “Nanti akan sampai ke sana kalau hasil keterangan si terlapor,” ujar Ari Dono.
Kepada penyidik, Brotoseno dan D membantah telah menerima suap. Keduanya menyebut uang itu bukan suap melainkan gratifikasi. “Sama saja nanti kita dalami lagi,” tegasnya.
Ari tak mengatakan tidak menutup kemungkinan penyidik bakal menetapkan tersangka baru dalam kasus suap tersebut.
Termasuk, DI yang disebut-sebut sebagai aktir utama dari kasus suap yang melibatkan dua pamen itu. “Tergantung dari pemeriksaan empat orang itu tadi,” pungkas Ari Dono.
Sebelumnya, Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) menangkap dua Pamen AKBP Brotoseno dan Pamen berinisial D. Keduanya ditangkap setelah menerima uang suap sebesar Rp 1,9 miliar dari HR selaku kuasa hukum DI melalui perantara LN.
Dalam kasus ini, penyidik Ditipikor Bareskrim Polri sudah menetapkan Ketua Tim Kerja Kementerian BUMN Upik Rosalina Wasrin. Bukan hanya itu, dalam pengembangannya penyidik juga sudah memeriksa Dahlan Iskan selaku Menteri BUMN saat kasus itu bergulir.
Bahkan, penyidik pun sempat beberapa kali menyatakan pemeriksaan terhadap Dahlan belum rampung. Artinya, Dahlan akan kembali dipanggil untuk dimintai keterangan. Namun, sampai saat ini pemeriksaan terhadap Dahlan belum juga teralisiasi.
Diketahui, kasus ini mencuat setelah penyidik menduga proyek cetak sawah yang berlangsung sejak 2012 hingga 2014 itu fiktif. Sebabnya, penetapan lokasi calon lahan di Ketapang, Kalimantan Barat itu dilakukan tanpa melalui investigasi dan calon petani yang tidak memadai.
Pada pelaksaan proyek bernilai Rp 317 miliar itu, BUMN menunjuk atau mempercayakannya kepada PT Sang Hyang Seri. Namun, perusahaan itu justru melempar proyek kepada PT Hutama Karya, PT Indra Karya, PT Brantas Abipraya dan PT Yodya Karya. Dari kasus ini penyidik telah menyita uang sejumlah Rp 69 miliar dari Sang Hyang Seri.
Fadlan Syiam Butho
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan