Jakarta, Aktual.com — Bareskrim Polri mentaksir potensi kerugian korupsi dari pengadaan bahan bakar jenis high speed diesel (HSD) atau solar dari PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) ke Perusahaan Listrik Negara (PLN) mencapai Rp69 miliar.
“Potensinya dari hasil hitungan sementara oleh tim BPK mencapai Rp69 miliar,” kata Kasubdit I Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri, Kombes Adi Deriyan Jayamarta, Selasa, (19/4).
Ia mengaku saat ini pihaknya masih menunggu hasil penghitungan kerugian negara (PKN) oleh BPK. Setelah didapatkan, maka penyidik akan melimpahkan berkas perkara tahap pertama dengan tersangka eks Direktur Utama PLN, Nur Pamudji ke Kejaksaan Agung.
“Setelah didapat tinggal kita serahkan ke Kejagung. Pemeriksaan saksi-saksi sudah selesai,” ucapnya.
Kasus ini bermula adanya temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan. Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK-RI Nomor: 30/Auditama VII/PDTT/09/2011 tertanggal 16 September 2011, menemukan kebutuhan gas PLN pada 8 unit pembangkit yang berbasis dual firing tidak terpenuhi.
Karena harus dioperasikan dengan high speed diesel (HSD) atau solar, dimana jauh lebih mahal dari gas, sebesar Rp17,9 triliun pada 2009 dan Rp19,6 triliun pada 2010.
Kedelapan pembangkit itu adalah Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Muara Karang dan Tanjungpriok (Jakarta Utara), PLTGU Tambak Lorok (Semarang), PLTGU Muara Tawar (Bekasi), PLTGU Gresik, PLTGU Grati (Pasuruan), PLTGU Teluk Lembu (Bali) dan PLTGU Bali.
Delapan unit pembangkit tersebut hanya mendapatkan pasokan gas sebanyak 785 BBTUD atau 49,03 persen dari total kebutuhan 1.601 BBTUD pada 2009. Pada 2010 pasokan gas menurun menjadi 778 BBTUD atau 48,78 persen dari kebutuhan sebanyak 1.595 BBTUD.
Dan hal ini mengakibatkan pembangkit-pembangkit harus dioperasikan dengan HSD yang harganya lebih mahal dari gas. Sehingga PLN kehilangan kesempatan untuk melakukan penghematan biaya bahan bakar.
Temuan angka fantastis itu kemudian dilaporkan ke Direktorat III/ Tindak Pidana Korupsi Badan Reserse Kriminal Mabes Polri oleh Jaringan Advokat Publik, Selasa 8 Oktober 2014 lalu. Dirut PLN yang menangani proyek pembangkit listrik periode 2009-2010, Dahlan Iskan pun dilaporkan.
Sementara Nur saat itu menjadi Direktur Energi Primer PLN ditetapkan jadi tersangka pada 14 Juli 2015 lalu. Dirinya dikenakan Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 3 Undang-Undang No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah UU No.20 tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby