Jakarta, Aktual.com — Badan Reserse Kriminal Mabes Polri masih menyelidiki adanya penunjukan PT Trans Pasific Petrochemical Indotama oleh PT PLN (Persero) sebagai pemasok BBM jenis high speed diesel (HSD).

“Sedang ditelusuri alasan penunjukan TPPI,” kata Kepala Subdirektorat I Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri AKBP Ade Deriyan di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (25/6).

Dia pun mengaku, telah menemukan perihal penunjukan TPPI oleh PLN sebagai salah satu pemasok BBM. Menurut dia, penunjukan itu karena kedua perusahaan tersebut telah menyepakati perjanjian kontrak selama empat tahun.

Namun, pada pelaksanaannya TPPI hanya mampu melaksanakan perjanjian tersebut selama satu tahun, karena perusahaan tersebut selanjutnya bangkrut. Ade mengungkapkan, dalam penunjukan itu tim verifikasi dari PLN telah mengetahui bahwa TPPI tidak memenuhi syarat sebagai pemasok BBM karena perusahaan tersebut tengah bermasalah.

“TPPI tidak mampu, tapi kenapa dipilih?” ujarnya.

Sebelumnya, dalam kasus ini, mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan telah diperiksa polisi sebagai saksi. Menurut kuasa hukum Dahlan, Yusril Ihza Mahendra kasus ini berawal dari adanya kebutuhan PLN akan pasokan sebanyak sembilan juta ton BBM per tahun, untuk keperluan pembangkit listrik bertenaga diesel di berbagai daerah di Indonesia.

Selama ini, PLN membeli langsung kebutuhan BBM tersebut kepada Pertamina. “Tapi setelah dibanding-bandingkan, harga BBM dari Pertamina itu lebih tinggi daripada harga di pasaran,” kata Yusril.

Terkait hal itu, Dahlan telah berulang kali menyurati Pertamina untuk menyesuaikan harga jual BBM. Meski demikian, permintaan Dahlan tersebut tidak pernah ditanggapi oleh pihak Pertamina. Akhirnya pada 2010, PLN berinisiatif untuk membuka tender pengadaan BBM di beberapa daerah dengan tujuan mendapatkan harga beli BBM yang lebih murah.

Dari total sembilan juta ton kebutuhan PLN, sebanyak dua juta ton ditenderkan yang dibagi dalam lima tender pengadaan. Sedangkan tujuh juta ton tetap dibeli langsung dari Pertamina tanpa proses tender. Tender ini terbuka bagi produsen BBM dalam negeri maupun produsen asing dengan syarat, jika tender dimenangkan pihak asing maka harga terendah yang dimenangkan pihak asing tersebut harus ditawarkan ke produsen dalam negeri untuk melihat kesanggupan mereka memasok pada harga tersebut.

“Bila perusahaan asing yang menang dengan harga termurah, maka perusahaan asing harus menawarkan ke perusahaan dalam negeri, sanggup nggak memasok BBM dengan harga terendah seperti harga yang dimenangkan produsen asing. Kalau perusahaan dalam negeri itu sanggup ya dia yang menang. Kalau perusahaan dalam negeri nggak menyanggupi, ya perusahaan asing itu akhirnya yang menang,” katanya.

Dalam tender tersebut, Pertamina ikut serta dan memenangkan satu tender dengan harga penawaran yang lebih rendah dari harga jual Pertamina kepada PLN selama ini. Sementara empat tender lainnya dimenangkan oleh PT Shell Indonesia. Karena Shell merupakan perusahaan asing, maka empat tender yang dimenangkan Shell ditawarkan ke Pertamina dan PT Trans Pasific Petrochemical Indotama (TPPI).

“TPPI akhirnya menyanggupi dua tender, Pertamina menerima dua tender dari Shell,” katanya.

Pertamina yang sebelumnya telah menang satu tender, dengan kesanggupannya menerima tawaran tersebut maka BUMN tersebut mendapat total tiga tender. Dalam proyek ini, menurut Yusril, PLN mendapatkan pasokan BBM dengan dua harga yang berbeda dari Pertamina yakni harga konvensional dan harga tender yang lebih murah. “Ini terobosan untuk mendapat harga BBM lebih murah. Tapi malah disidik karena ada dugaan korupsi,” ujarnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu