Jakarta, Aktual.com – Kebijakan fiskal pemerintah Indonesia di bawah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sejauh ini keberpihakannya terhadap rakyat kecil sama sekali tak ada. Bahkan baru-baru ini, pemerintah juga bakal menurunkan batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Namun di satu sisi kebijakan Sri Mulyani itu sangat liberal dan pro investor asing. Termasuk Menkeu ini terus memberikan fasilitas kepada investor asing yang mengkoleksi Surat Berharga Negara (SBN). Klaim pemerintah, langkah itu bentuk pemanis (sweetener) untuk menarik investor, khususnya investor asing.
“Karena ternyata PPh (Pajak Penghasilan) atas bunga atau diskonto surat utang pun dihapuskan. Ini sangat disayangkan,” jelas ekonom Indef, Ahmad Heri Firdaus, kepada Aktual.com, Senin (24/7).
Menurut dia, kebijakan pemerintah seperti itu sangat tidak tepat. Pasalnya, tanpa penghapusan pajak pun investor (asing) sudah berbondong-bondong datang ke Indonesia untuk membeli surat utang.
“Lantaran, bunga (SBN) yang ditawarkan termasuk yang tertinggi di Asia, yakni 7-9 persen. Jadi tanpa penghapusan PPh pun sudah pasti SUN kita diserbu asing,” tandas Heri.
Bahkan tingginya aksi beli investor terhadap SBN itu, kata dia, terlihat dari kepemilikan asing di obligasi negara kini mencapai 39,3 persen.
“Apalagi pemerintah sendiri gencar menerbitkan utang hingga Rp384,7 triliun karena defisit fiskal gara-gara kecerobohan pengelolaan anggaran,” ujar dia.
Namun di sisi lain, Heri sendiri menyayangkan rencana pemerintah untuk menurunkan batas PTKP dari posisi saat ini sebesar Rp4,5 juta per bulan atau Rp54 juta sebulan.
“Padahal, kalau PTKP diturunkan maka sudah pasti akan mengganggu daya beli. Padahal, kebijakan tak tepat ini pada akhirnya akan mengorbankan pertumbuhan ekonomi yang saat sedang melambat,” ungkap Heri.
Apalagi saat ini, kata dia, tingkat kepatuhan pajak perlu ditingkatkan. Pemerintah memang terus melakukan upaya-upaya mengekstensifikasi penerimaan. “Itu memang perlu segera dilakukan. Tapi ingat, jangan menyasar dan mengorbankan rakyat kecil,” ujar dia.
Salah satunya, kata dia, harus berburu wajib pajak yang potensial seluas-luasnya. Buakn terus ‘berburu di kebun binatang’, karena akan kontraproduktif.
“Harusnya, ‘berburu di hutan yang luas’ agar banyak WP baru potensial terjaring. Tapi bukan dengan menurunkan PTKP di saat daya beli menurun,” pungkas dia.
(Busthomi)
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan