Dengan bergabungnya pengusaha dan pengrajin dalam satu wadah, maka keduanya bisa disinergikan. Artinya ada yang berproduksi dalam hal ini pengrajin dan ada yang memasarkannya, sehingga pemasaran batik bisa dilakukan secara masif, lebih terintegrasi, terkoordinasi dan berdaya saing.

Kolaborasi pengrajin dan pengusaha, juga bisa meluruskan pemahaman yang salah terhadap batik-batik seperti printing, yang sebenarnya bisa dikatakan bukan batik. Adanya APPBI juga bisa menjadi wadah pengrajin dalam mengembangkan desain-desain baru sesuai tuntutan pasar dan perkembangan jaman.
Ketum APPBI Komarudin Budiya mengatakan saat ini yang terjadi adalah merosotnya nilai budaya batik, akibat membanjirnya batik tiruan seperti batik printing, cap di pasar.
“Meski sudah diakui UNESCO sebagai warisan budaya, namun masih banyak PR pelik yang harus dikawal dan diselesaikan untuk menyelamatkan batik sebagai warisan budaya bangsa Indonesia.
Dalam hal budaya misalnya, sudah  terlalu jauh pergeseran nilai batik bahkan sudah tecabut dari akar budaya, karena faktor ekonomi dan eksploitasi semata.