Surabaya, Aktual.com — Komunitas Batik Jawa Timur di Surabaya (KIBAS) bersama manajemen Museum “House of Sampoerna” (HoS) dan Pemerintah Kabupaten Pamekasan memamerkan Batik Pamekasan berpola ‘Hokosan’ di Galeri Seni ‘HoS’ Surabaya pada 16-29 Oktober 2015 mendatang.

“Perkembangan industri batik memberikan pengaruh besar terhadap produksi batik di Pamekasan dalam pewarnaan dan motif, sehingga munculah istilah Hokosan atau Hokokai Pamekasan,” kata Ketua KIBAS Lintu Tulistyantoro di sela-sela persiapan pameran di Surabaya, Rabu (14/10).

Menurut dia, Hokokai yang diadopsi sekelompok masyarakat Pamekasan menjadi Hokosan (Hokokai Pamekasan) itu merupakan teknik pengerjaan yang sangat halus serta pewarnaan yang bervariasi.

“Hokosan saat ini menjadi ikon baru perbatikan nasional, khususnya di kalangan para kolektor dan pencinta batik, karena teknik halusan sudah jarang diikuti banyak orang, namun saat ini justru berkembang di Pamekasan,” katanya.

Dalam pandangannya, Batik Pamekasan merupakan salah satu potensi perbatikan di Indonesia yang dapat dikembangkan lebih baik, karena sumber daya manusia yang handal dan kreatif serta mudah untuk dikembangkan.

Selain itu, peran pemerintah dan “stakeholder” sangat diperlukan untuk menjadikan Pamekasan sebagai sentra batik terbesar dalam segi kualitas, produksi dan desain batik di Jawa Timur.

Ia menegaskan bahwa Pamekasan adalah salah satu sentra batik terbesar di Jawa Timur, karena hampir setiap kecamatannya terdapat sentra perajin batik, seperti di Candi Burung, Toket, Nong Tangis, Podhek, Klampar, Banyumas, Kowel, Bedung, Toroan, Parteker, Pandemawu, dan sebagainya.

“Masing-masing daerah menghasilkan batik dengan karakter yang berbeda-beda sesuai dengan geografi budayanya. Keunikan dan keragaman motif batik Pamekasan inilah yang dipamerkan di Galeri Seni HoS pada 16-29 Oktober dengan tajuk ‘Dibalik Selembar Kain Batik Pamekasan’,” katanya.

Saat ini, Batik Pamekasan dikenal sebagai batik yang memiliki warna-warna berani, keluar dari pakem seperti oranye, hijau menyala, ungu, kuning dan warna pop lainnya.

“Motifnya pun bebas, ekspresif dan tidak dibatasi oleh patokan yang mengikat, sehingga batik Pamekasan berbeda dengan batik-batik pada umumnya,” katanya.

Namun, apabila melihat Batik Pamekasan Klasik, batik-batik tersebut memiliki pewarnaan yang cenderung mengarah kepada soga.

“Motif-motif klasik itu terlihat pada motif Per Keper (kupu-kupu) dan Tong Centong (alat tempat mengambil nasi), Melate Seto’or (serangkaian melati), Sabet Rantai, Kar Jagad, Ngai Sungai,” katanya.

Selain itu, mereka juga memiliki motif isen (motif isian pada batik) yang tidak dimiliki di tempat lain seperti Isen Mok Ramok (akar) dan Bek Tebek (berudu).

“Secara istilah atau kosa kata khas, mereka pun memiliki istilah khusus seperti gurik, yaitu teknik membatik lebih dari satu kali lorot (meluruhkan lilin pada kain yang dibatik),” katanya.

Artikel ini ditulis oleh: