Jakarta, aktual.com – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI mengaku belum mau mengomentari pernyataan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) seputar kekeliruan permohonan atas dalil pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang seharusnya bisa diselesaikan oleh lembaga Bawaslu.

“Nanti dulu, kita lihat nanti setelah putusan sidang selesai,” kata Anggota Bawaslu RI, Rahmat Bagja, saat berlangsungnya rehat shalat Ashar di tengah berlangsungnya sidang pengucapan putusan atas sengketa Pilpres 2019 oleh Majelis Hakim MK, Kamis (27/6).

Menurut Rahmat Hakim MK memiliki pendapat yang harus dihormati dan diterima oleh seluruh pihak, sehingga pihaknya perlu mencermati lebih jauh terkait dalil pelanggaran TSM yang diucapkan oleh hakim.

“Nanti setelah sidang akan ada instruksi MK. Apapun bentuknya akan kami terima,” katanya.

Hal senada juga dikatakan oleh Anggota Bawaslu, Fritz Edward.

“Nanti dulu, tunggu sampai selesai (sidang),” ujarnya.

Pernyataan terkait kekeliruan permohonan itu disampaikan oleh Hakim MK, Manahan Malontinge Pardamean Sitompul.

Pemohon dari Badan Pemenangan Nasional (BPN) 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno sebelumnya melaporkan dugaan pelanggaran TSM sebagai salah satu materi permohonan untuk diselesaikan melalui MK.

Namun Manahan menilai pembuktian terkait TSM seharusnya ditangani oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

“Telah terang, pelanggaran administrasi yang bersifat TSM ada di kewenangan Bawaslu. Hal itu harus sudah terselesaikan di Bawaslu,” ujar Manahan saat berlangsungnya persidangan di Gedung MK.

Dalam pembacaan dalil tersebut Manahan mengatakan Bawaslu memiliki kapasitas dalam penyelesaian pelanggaran TSM, sebab sanksi terkait itu ada dalam aturan Bawaslu.

Namun, kata Manahan, laporan mengenai pelanggaran TSM yang dituduhkan kepada Pasangan nomor urut 01 Joko Widodo-KH Ma’ruf Amin tidak sampai di Bawaslu.

“MK hanya dapat mengadil perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU),” kata Manahan.

“Secara substantif, telah tersedia jalur hukum meski itu bukan dilaksanakan mahkamah oleh karena proposisi argumentasi pemohon keliru. Maka konklusi itu pelanggaran azas jujur dan adil dan azas demokrasi menjadi keliru,” ujar Mahanan.

Ant.

Artikel ini ditulis oleh:

Zaenal Arifin