Jakarta, aktual.com – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Parigi Moutong (Parimo) memastikan adanya dugaan anggota DPRD Parimo dalam praktik politik uang untuk pasangan calon (Paslon) cagub-cawagub Sulteng nomor urut 1, Ahmad Ali-Abdul Karim Aljufri. Dugaan ini mencuat setelah Bawaslu menangkap basah sembako yang diduga akan dibagikan dalam rangka serangan fajar jelang pencoblosan.

Hingga kini terkonfirmasi, nama anggota DPRD yang mencuat ke publik akibat praktik kotor tersebut adalah kader dari Partai Amanat Nasional (PAN), Husen Marjengi. Disinyalir, minibus berwarna merah yang digunakan membagikan paket-paket serangan fajar Ahmad Ali-Abdul Karim Aljufri adalah milik Husen pribadi.

Anggota Bawaslu Parimo, Jayadi mengkonfirmasi bahwa keterlibatan Husen benar adanya. Tetapi hingga kini pihaknya belum bisa memastikan peranan Husen dalam rangka menyogok rakyat untuk memilih paslon BERAMAL (Bersama Ahmad Ali-Abdul Karim Aljufri) itu.

“Benar, ada keterlibatan oknum DPRD Parigi Moutong, kami baru bisa mengkonfirmasi jalannya peristiwa itu,” kata Jayadi, Rabu (27/11).

Jayadi menceritakan kronologis kejadian rencana pembagian paket serangan fajar tersebut. Jayadi menuturkan, anak buahnya langsung menggeladah seisi bagasi mobil yang saat itu ditemukan paket-paket sembako disusun rapih di dalam kardus makanan ringan.

“Ketika anggota Panwas membuka mobil baru ditemukan lah itu sembako atau apa dan ada bahan kampanye juga,” tegas Jayadi.

Setelah itu, warga melaporkan temuan tersebut kepada Panwas, alhasil Panwas menggeledah seluruh isi bagasi mobil. Ditemukan barang bukti berupa paket sembako berisi minyak dan bahan pokok lainnya, serta terdapat mukena.

Dugaan bahwa paket sembako itu milik Ahmad Ali semakin kuat usai ditemukannya baju, kartu, dan sticker bergambar mantan Waketum Nasdem ini. Padahal, praktik kotor semacam ini sudah dilarang oleh undang-undang.

Adanya temuan ini membuat kubu BERAMAL berada dijurang kehancuran. Sebab, siapapun oknum dibalik praktik kotor ini akan mendekam di balik jeruji besi tiga tahun lamanya hingga didenda oleh negara sebesar 36 juta rupiah, hal ini sebagaimana disebutkan di pasal 515 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain