Jakarta, Aktual.com – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI memutuskan untuk menolak gugatan Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) atas keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang telah mencoretnya dari Daftar Calon Tetap (DCT) Pemilu 2019.
Dengan demikian, OSO tidak dapat maju sebagai calon Senator dalam pesta demokrasi tahun depan.
Bawaslu langkah KPU RI tidak mencantumkan Oesman Sapta Odang (OSO) sebagai calon anggota legislatif DPD RI di dalam Daftar Calon Tetap (DCT) sudah sesuai aturan.
“Menyatakan, terlapor tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran administrasi,” ujar Ketua Bawaslu RI, Abhan yang menjadi Ketua Majelis Pemeriksa dalam Sidang Putusan Pelanggaran Administrasi di Gedung Bawaslu, Jakarta, Jumat (5/10).
Adapun, anggota Bawaslu RI, Fritz Edward, pada saat membacakan pertimbangan majelis hakim menyebutkan mengenai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 30/PUU-XVI/2018.
Melalui putusan MK itu, pengurus partai politik tak diperbolehkan mendaftarkan diri sebagai calon anggota Dewan Perwakilan Daerah.
Apabila tetap ingin mendaftarkan diri, maka yang bersangkutan harus mundur terlebih dahulu dari partai politik.
Seperti diketahui, KPU RI tidak memasukan nama OSO dalam DCT anggota DPD RI karena OSO tidak menyerahkan surat pengunduran diri dari pengurusan Partai Hanura sebagai syarat wajib menjadi calon anggota DPD.
“Bahwa terdapat putusan MK nomor 30 yang pada intinya memberikan tafsir terkait dengan ‘pekerjaan lain’ bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang diartikan fungsionaris pengurus partai politik,” ujar Fritz pada saat membacakan pertimbangan majelis hakim.
Menindaklanjuti putusan MK sebagaimana dimaksud angka 1, KPU mengeluarkan PKPU nomor 21 tahun 2018 tentang Perubahan Atas Nomor 14 Tahun 2018 tentang Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilihan Umum Anggota DPD.
Menindaklanjuti angka 1 dan angka 2, terlapor dalam hal ini KPU telah mengeluarkan surat 1043 yang pada intinya memberitahukan bahwa pengurus partai politik yang mencalonkan sebagai anggota DPD harus mengundurkan diri.
Sehingga, hak dipilih berdasarkan pandangan mahkamah dapat dibatasi atau bersifat relatif.
“PKPU 21 sebagaimana dimaksud pada angka 2 merupakan tindak lanjut dari putusan MK yang mana berdasarkan pendapat majelis putusan MK bersifat final dan tidak dapat dilakukan upaya hukum lain yang mana pemberlakuannya sejak dibacakan putusan dimaksud dan berlaku ke depan,” ujarnya.
Menurut pendapat majelis, di putusan MK nomor 30/PUU-XVI/2018 terdapat frasa “telah dimulai” yang mana dapat diartikan bahwa tahapan penetapan calon DPD masih dalam proses sampai dengan telah ditetapkan sebagai calon tetap.
“Majelis berpendapat bahwa proses pendaftaran calon anggota DPD berakhir setelah ditetapkan sebagai calon tetap dan status MS dalam DCS masih dapat dimungkinkan berubah menjadi TMS,” kata Fritz.
Artikel ini ditulis oleh:
Teuku Wildan