Jakarta, Aktual.com – Berdasarkan keputusan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI telah melakukan pelanggaran administrasi terkait target keterwakilan caleg perempuan sebesar 30 persen. Bawaslu mengharapkan KPU untuk memperbaiki administrasi dan prosedur pencalonan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, sesuai dengan arahan Mahkamah Agung (MA).
Ketua majelis, Puadi, mengumumkan keputusan tersebut dalam sidang di Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Jakarta Pusat, pada hari Rabu (29/11). Sidang tersebut terkait dengan laporan yang diajukan oleh Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Keterwakilan Perempuan.
“Memutuskan, satu, menyatakan Terlapor (KPU RI) secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran administrasi pemilu,” ucap Puadi.
“Dua, memerintahkan kepada Terlapor untuk melakukan perbaikan administratif terhadap tata cara, prosedur, dan mekanisme pada tahapan pencalonan anggota DPR dengan menindaklanjuti Putusan Mahkamah Agung Nomor 24/P/HUM/2023 dan Surat Wakil Ketua MA Bidang Yudisial Nomor 58/WKMA.Y/SB/X/2023 tanggal 23 Oktober 2023,” imbuhnya.
Bawaslu juga memberikan peringatan kepada KPU untuk tidak mengulangi pelanggaran aturan tersebut. Dalam pertimbangannya, Bawaslu menilai bahwa KPU dianggap lamban dalam menindaklanjuti putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 24/P/HUM/2023 yang terkait dengan penghitungan kuota perempuan di lembaga legislatif dengan pembulatan ke bawah, yang dinilai melanggar Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017.
Keputusan tersebut telah dikeluarkan sejak 29 Agustus 2023. Namun, pada saat itu, KPU hanya mengirimkan surat kepada partai politik untuk mematuhi keputusan tersebut.
“Majelis pemeriksa menilai tindakan Terlapor sudah terlambat dan membuktikan Terlapor tidak memiliki komitmen dan keseriusan melaksanakan putusan Mahkamah Agung,” ujar anggota majelis, Herwyn Malonda.
Herwyn menyatakan bahwa keterlambatan tersebut berdampak pada kesiapan partai politik dalam melakukan perbaikan pada daftar calonnya agar dapat memenuhi kuota keterwakilan perempuan sebesar 30 persen. Menurut Bawaslu, dampak tersebut dapat terlihat dari Daftar Calon Tetap (DCT) anggota DPR RI dari 17 partai politik yang memiliki jumlah caleg perempuan di bawah 30 persen.
Koalisi Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan sebelumnya telah mengajukan laporan terhadap KPU RI terkait dugaan pelanggaran administrasi pada Daftar Calon Tetap (DCT) anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
“Kami melihat mengetahui bahwa KPU RI telah menetapkan daftar calon tetap yang dilakukan pada 3 November yang lalu, dan kemudian diumumkan pada 4 November yang lalu, itu banyak daftar pemilih yang ditetapkan tersebut tidak memenuhi kriteria atau keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen,” kata Direktur Eksekutif NETGRIT sekaligus perwakilan dari Koalisi Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan, Hadar Nafis Gumay, di kantor Bawaslu RI, Jakarta Pusat, Senin (13/11).
Tindakan tersebut tidak sejalan dengan peraturan hukum. Hadar menegaskan bahwa perempuan memiliki hak untuk menjadi calon anggota legislatif sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
“Yang jelas, di dalam UU Pemilu pun itu sudah diatur di mana keterwakilan perempuan di dalam DCT yang diajukan oleh setiap parpol di setiap dapilnya itu harus memenuhi paling sedikit 30 persen,” ungkapnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Yunita Wisikaningsih