Jakarta, Aktual.com –Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, mengajukan permintaan kepada seluruh Bawaslu di daerah agar mempersiapkan diri sebelum Daftar Calon Sementara (DCS) untuk Pemilu Legislatif (Pileg) 2024 diumumkan.
Bawaslu memproyeksikan bahwa banyak bakal calon anggota legislatif (bacaleg) akan mengajukan sengketa setelah DCS diumumkan pada 19 Agustus 2023.
Sebelumnya, Bawaslu telah mengadakan Rapat Koordinasi Nasional Penyelesaian Sengketa Proses Pemilu dalam Menghadapi Penetapan DCS pada Pemilu Tahun 2024 di Jakarta pada hari Selasa (9/8/2023).
Bagja menegaskan bahwa salah satu keahlian penting yang harus dimiliki oleh mediator adalah kemampuan untuk menemukan petunjuk di antara alat bukti.”
“Hal yang perlu dicari, disimulasikan adalah bagaimana cara bertanya bagaimana menemukan petunjuk diantara alat bukti,” ujar dia dikutip situs resmi Bawaslu RI.
Ia mengingatkan bahwa Bawaslu berjanji kepada Pemerintah, DPR RI, dan penyelenggara pemilu untuk menuntaskan sengketa proses pemilu dalam waktu sepuluh hari sejak register dimulai.
Waktu yang tersedia sangatlah terbatas, yang tidak dapat dipisahkan dari jadwal tahapan Pemilu 2024 yang padat.
“Jadi tidak sampai 12 hari plus 3 hari. Kita punya waktu 6-10 hari sudah harus selesai,” tutur Bagja.
“Sebab satu bulan setelah itu baru boleh kampanye atau surat suara boleh dicetak, karena nanti ada juga proses banding di PTUN. Di PTUN prosesnya juga disingkat. Kalau masih sengketa, surat suara tidak mungkin bisa dicetak,” paparnya.
Sementara itu, Koordinator Divisi Hukum dan Penyelesaian Sengketa Bawaslu RI Totok Hariyono menambahkan pengawas pemilu harus senantiasa membangun watak kritis.
Watak ini menjadi penting dalam melakukan kajian serta ketika menjadi mediator sekaligus ajudikator dalam melakukan penyelesaian sengketa proses pemilu.
“Saya harap Bapak/Ibu menanamkan budaya-budaya kritis dalam hal melaksanakan proses penyelesaian sengketa. Kritis mendiskusikan tema-tema penting mengenai penyelesaian sengketa proses pemilu,” kata dia.
Masalah transparansi data
Sebelumnya, Bawaslu RI resmi mengadukan seluruh komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI.
Aduan ini terkait terbatasnya akses Sistem Informasi Pencalonan (Silon) selama 3 bulan tahapan pendaftaran bakal calon anggota legislatif (bacaleg) berlangsung. Karena keterbatasan ini, Bawaslu kesulitan mengawasi dokumen pencalonan bacaleg.
“Aduan dari Bawaslu disampaikan ke DKPP kemarin, Senin (7/8/2023) sore,” ujar anggota DKPP RI, Dewa Raka Sandi, ketika dikonfirmasi pada Selasa (8/8/2023).
Sebagai informasi, pendaftaran bacaleg sudah dibuka sejak 1 Mei 2023. Dokumen pendaftaran itu sudah sempat diverifikasi tahap pertama, dengan hasil 85-90 persennya belum memenuhi syarat.
Dokumen pendaftaran itu kemudian sudah rampung diperbaiki oleh partai politik dan diverifikasi untuk kali kedua oleh KPU. Hasilnya berbalik 180 derajat, di tingkat DPR RI, 83,84 persen bacaleg dinyatakan memenuhi persyaratan.
Kini, KPU sedang merancang Daftar Calon Sementara (DCS), sebuah tahapan sebelum penetapan Daftar Calon Tetap (DCT) yang tak bisa lagi diganggu-gugat.
Selama itu pula, Bawaslu tak bisa leluasa melakukan pengawasan karena terbatasnya akses Silon.
Para pimpinan Bawaslu RI telah berulang kali mengeluh soal terbatasnya akses Silon sebab kemampuan mereka mendapatkan temuan pelanggaran tergantung pada data yang dibuka KPU.
Rahmat Bagja pernah menyebutkan bahwa para pengawas pemilu hanya diberi akses 15 menit terhadap Silon. Mereka juga tidak bisa melihat dokumen pencalonan bacaleg lewat Silon.
Empat kali mereka bersurat ke KPU RI, namun “Imam Bonjol” baru merespons pada kali keempat.
Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari menganggap bahwa dalam tahapan pencalegan ini, hubungan hukum yang ada hanyalah antara KPU dan partai politik sebagai pihak yang mendaftarkan bacaleg.
Ia juga berdalih bahwa KPU harus berhati-hati memberi akses Silon kepada pihak di luar KPU dan partai politik, karena sistem informasi itu memuat sejumlah data yang dianggap data pribadi.
Dalam surat balasan KPU RI itu, mereka menegaskan hanya akan membuka akses Silon secara leluasa kepada Bawaslu RI jika pengawas pemilu memiliki laporan dan temuan awal dugaan pelanggaran/ketidaksesuaian dokumen pencalonan bacaleg.
Rahmat Bagja menganggap aneh kebijakan itu. Ia mempertanyakan bagaimana bisa Bawaslu memiliki temuan awal yang menjadi syarat dibukanya akses Silon, jika Silon itu sendiri tak dibuka sejak awal.
Sebab, seluruh dokumen pendaftaran bacaleg terhimpun di sana.
“Enggak ada temuan awal kalau Silon tidak dibuka,” ucap Bagja kepada wartawan, Rabu (26/7/2023).
Artikel ini ditulis oleh:
Arie Saputra