Jakarta, Aktual.com – Perekonomian global menghadapi tekanan berat pada 2025 akibat perang dagang Amerika Serikat yang memicu ketidakpastian lintas negara. Kebijakan tarif resiprokal AS dinilai mengganggu stabilitas perdagangan global, rantai pasok, serta proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia.
Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Eisha Maghfiruha Rachbini, menilai kondisi ekonomi global berada dalam situasi rapuh meski belum memasuki fase krisis.
“Di tahun 2025 ini, perekonomian global istilahnya sudah gerobak-gerubuk,” ujarnya dalam Diskusi Publik Catatan Akhir Tahun INDEF yang digelar secara virtual, Senin (29/12/2025).
Eisha menjelaskan, pertumbuhan ekonomi global hingga kini belum mampu kembali ke level sebelum pandemi Covid-19. Secara rata-rata, laju pertumbuhan ekonomi dunia masih tertahan dan menunjukkan perlambatan dibandingkan periode pra-pandemi.
Ia mengungkapkan, proyeksi lembaga internasional juga menunjukkan tren pelemahan berlanjut pada 2025.
“OECD dan IMF sama-sama memprediksi pertumbuhan ekonomi global hanya sekitar 3,2 persen,” ungkap Eisha.
Ketidakpastian global tersebut diperparah oleh perubahan rantai pasok akibat perang dagang yang berkepanjangan. Kebijakan tarif dinilai menekan inflasi, mengganggu struktur tenaga kerja, serta meningkatkan risiko dari disrupsi teknologi, termasuk perkembangan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).
Selain itu, perang dagang turut mengubah peta perdagangan internasional dengan melambatnya pertumbuhan di negara-negara maju.
“Pertumbuhan negara-negara maju seperti Uni Eropa, Amerika Serikat, dan China terlihat melambat,” ucapnya.
Meski demikian, menurut Eisha, kawasan ASEAN justru memperoleh peluang dari perubahan pola perdagangan global tersebut. Ia menyebut kondisi ini sebagai blessing in disguise, karena ekspor negara-negara ASEAN meningkat seiring pengalihan arus perdagangan dari Amerika Serikat dan China.
Ke depan, Eisha menekankan bahwa ekonomi global masih dibayangi risiko geopolitik dan ketegangan perdagangan internasional. Namun, peluang pertumbuhan tetap terbuka apabila negara-negara mampu memperkuat kerja sama ekonomi regional serta menyiapkan kebijakan struktural yang adaptif terhadap dinamika global.
(Nur Aida Nasution)
Artikel ini ditulis oleh:
Eka Permadhi

















