Pekanbaru, aktual.com – Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Provinsi Riau menggencarkan kampanye lingkungan kepada anak-anak sekolah atau generasi milenial lewat Gerakan Cinta Bumi 2019, salah satunya untuk sosialisasi mencegah terjadinya konflik satwa dilindungi dengan manusia.

“Balai Besar KSDA Riau saat ini giat menggandeng berbagai pihak untuk menggalakkan kesadaran peduli lingkungan terutama bagi kaum millenial sebagai generasi penerus bangsa,” kata Humas BBKSDA Riau, Dian Indriati di Pekanbaru, Jumat (15/11).

Ia mengatakan salah satu bentuk Gerakan Cinta Bumi yang baru saja dilakukan adalah menyambangi SMAN 16 di Kota Pekanbaru pada Kamis lalu, 14 November 2019. Selain melakukan sosialisasi, BBKSDA juga menyerahkan bantuan 1.000 bibit pohon ke sekolah tersebut.

“Bibit pohon yang diberikan di antaranya jenis Jengkol, Petai, Matoa, Nangka dan Pulai,” ujarnya.

Dian mengatakan bantuan tersebut diserahkan oleh Kepala Seksi Wilayah 3 BBKSDA Riau, Maju Bintang Hutajulu kepada Kepala Sekolah SMAN 16, Nurizal AR.

“Pada kesempatan tersebut, Tim Balai Besar KSDA Riau melakukan sosialisasi di depan sekitar 450 siswa dan turun langsung melakukan penanaman bibit pohon serta buah buahan di lingkungan sekolah,” katanya.

Dian berharap Gerakan Cinta Bumi bisa menginspirasi siswa SMAN 16 untuk menjaga lingkungan dari yang terdekat, yakni lingkungan rumah dan sekolah. Dengan begitu, generasi muda bisa “menularkan” semangat menjaga lingkungan ke kawan-kawan mereka dan gerakan tersebut akan semakin massif.

“Kita semua peduli terhadap lingkungan kita karena tidak ada planet lain yang bisa menggantikan bumi kita untuk kita tempati. Kalau bukan kita yang peduli, lalu siapa lagi,” ujarnya.

Degradasi lingkungan terutama terus berkurangnya tutupan hutan alam untuk perkebunan dan permukiman di Riau pada tahun ini mengakibatkan konflik satwa dilindungi dengan manusia cenderung meningkat.

Berdasarkan data BBKSDA Riau, pada tahun ini sudah ada tiga warga yang meninggal dunia akibat diterkam harimau sumatera (panthera tigris sumatrae) di Kabupaten Indragiri Hilir, Riau. Konflik tersebut salah satunya juga dipicu karena pembukaan perkebunan aktivitas manusia tidak mengindahkan habitat harimau sumatera yang sudah lebih dulu ada disana. [Eko Priyanto]

Artikel ini ditulis oleh:

Zaenal Arifin