Jakarta, Aktual.co —  Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) berharap apabila pemerintah menaikkan harga BBM maka perlu diimbangi dengan menyediakan insentif beban produksi yang harus ditanggung pengusaha mebel.

“Sektor usaha mebel merupakan salah satu sumber besar penyerapan tenaga kerja di Indonesia sehingga perlu mendapatkan perhatian,” kata Wakil Ketua Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) DIY, Endro Wardoyo di Yogyakarta, Rabu (29/10)

Insentif yang ia maksudkan antara lain bisa ditempuh dengan memberikan kemudahan fasilitas kredit pinjaman bagi para pengusaha pemula serta memberikan beban bunga yang rendah.

Sebelumnya, beredar wacana bahwa pemerintahan baru segera menyesuaikan harga BBM bersubsidi Rp3.000 per liter pada November 2014, dengan harapan agar tersedia ruang fiskal yang memadai dan konsumsi BBM bersubsidi tidak melebihi 46 juta kiloliter sesuai kuota yang ditetapkan.

Mengenai wacana kebijakan pemerintah itu, menurut dia pelaku usaha tidak dapat menolak atau menghindar. Meski demikian, diharapkan tidak terlalu lama diputuskan untuk menghindari timbulnya ketidakpastian pasar.

Ia memperkirakan akan muncul berbagai risiko yang akan dihadapi terkait operasional produksi apabila rencana tersebut benar-benar diterapkan pemerintah.

Risiko tersebut, kata dia, antara lain berupa kenaikan harga berbagai bahan baku mebel atau kerajinan, serta mahalnya biaya transportasi distribusi barang.

“Kenaikan bahan baku jelas akan terjadi, misalnya untuk kayu lapis, kardus untuk pengepakan, serta lem,” katanya.

Selain itu, menurut dia, belum lagi ditambah dengan faktor harga kebutuhan pokok karyawan yang naik sehingga juga tidak ada pilihan lain kecuali menaikkan gaji karyawan.

“Berbagai implikasi dari kebijikan penaikan harga (BBM bersubsidi) itu, jelas akan memungkinkan terjadinya penurunan daya saing di pasar,” katanya.

Namun demikian, pihaknya menyadari bahwa kebijakan yang akan ditempuh pemerintah tersebut merupakan pertimbangan matang terkait pengaturan subsidi.

“Memang sudah menjadi risiko pengusaha, tapi kami berharap subsidi bisa dialihkan untuk perbaikan berbagai infrastruktur yang dapat mempermudah gerak operasional kami misalnya infrastruktur jalan,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka