Jakarta, Aktual.co — Malam terus bergerak, sudah pukul 22.00. Di salah satu ruangan tertutup di Credential Istana Merdeka, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memimpin rapat, yang dihadiri Wakil Presiden Jusuf Kalla, Sudi Silalahi, dan Yusril Ihza Mahendra. Wartawan sudah lama menunggu Presiden SBY mengumumkan kabinet.
Pukul 23.00 lewat beberapa menit, Presiden SBY keluar ruangan. Susunan kabinet disampaikan. Kabinet itu diberi nama Kabinet Indonesia Bersatu, yang terdiri dari tiga menteri koordinator, 18 menteri departemen, 13 menteri negara, dan dua pejabat setingkat menteri. Besoknya, kabinet dilantik dan bekerja.
Presiden SBY mengumumkan kabinet pada hari yang sama setelah dilantik di MPR, 20 Oktober 2004. Ini pengumuman kabinet tercepat dibanding pemerintah sebelumnya. Semula, pengumuman direncanakan pukul 19.00, namun terkendala pada satu nama calon menteri, yang tidak bersedia dipindahkan ke pos menteri lain. Perdebatan alot, sampai akhirnya diputuskan untuk dicoret sama sekali.
Seusai mengumumkan kabinet, saya yang ada di Credential mengucapkan selamat kepada Presiden. Ketika itu, Presiden mengatakan, “Saya tidak mungkin memuaskan semua pihak.” Saya katakan kepada Presiden, pasti ada yang tidak puas dan itu normal.
Presiden memenuhi janjinya mengumumkan kabinet pada hari dilantik, meski harus tengah malam. Bila tidak dipenuhi, maka dapat memberi pesan negatif ke rakyat. Presiden menghindari situasi itu.
Selain itu, sejak diumumkan sebagai pemenang oleh KPU, Pak SBY dan JK, sudah membahas soal kabinet, sehingga bisa langsung diumumkan. Pemanggilan calon menteri pun telah dilakukan. Kabinet menjadi prioritas utama. Ganjalan hanya pada satu nama, lainnya sudah selesai.
Itulah buah dari prioritas dan komitmen. Publik sudah mengetahui kabinet diumumkan hari itu juga, ini harus dipatuhi. Presiden berkomitmen mengumumkan kabinet setelah dilantik. Kata-kata pemimpin harus dapat dipegang. Tidak baik bila ditunda tanpa kepastian. Tarik menarik tentu terjadi, tapi keputusan harus diambil hari itu juga.
Tertunda Di Terminal 3 Dermaga 300, Tanjung Priok, panggung megah sudah berdiri. Lampu-lampu dinyalakan. Sebanyak 33 jaket dan helm juga disiapkan. Kursi-kursi tamu pun sudah berjejer rapi. Pasukan pengaman Presiden, staf-staf pers istana, dan juga metal detektor dalam posisi siap. Kamera CCTV juga sudah dipasang di setiap sudut panggung. Wartawan istana pun telah berkumpul.
Sampai pukul 19.00 belum ada tanda-tanda Presiden datang. Setengah jam berikutnya, lampu-lampu dimatikan, metal detektor dipindahkan. Paspampres meninggalkan tempat. Wartawan diminta untuk kembali. Panggung megah menghadap laut itu, kembali sepi. Tidak ada penjelasan setelah itu.
Tidak ada pengumuman kabinet sampai tengah malam. Siangnya, kepada pers, Presiden Joko Widodo justru balik bertanya, “Yang ngumpulin kamu (wartawan) di Priok, siapa?” Spekulasi pun bermunculan, di antaranya susunan kabinet masih bermasalah.
Sejumlah partai, termasuk PDIP, belum sepakat dengan nama-nama yang dicalonkan Presiden Jokowi. Sehari berikutnya, pengumuman kabinet belum juga. Kemudian beredar berita, delapan nama calon menteri yang dikirim Jokowi ke KPK, bermasalah. Sehingga disusun ulang kembali, dan diserahkan lagi ke KPK serta PPATK.
Menyusun kabinet tentu tidak mudah, ada tarik-menarik kepentingan. Setidaknya, ada beberapa kekuatan yang berkepentingan terhadap masuknya nama calon menteri. Ada partai pengusung, wapres, dan Megawati sebagai tokoh kuat naiknya Jokowi. Benturan kepentingan tentu tidak terelakkan. Meski memiliki hak prerogatif, Jokowi tidak mudah menggunakan hak istimewa itu. Ia bukan pemimpin partai, yang dapat memutuskan sendiri.
Melibatkan KPK dalam seleksi calon, tentu saja baik untuk mendapatkan calon bersih. Persoalan justru timbul ketika beberapa nama calon diberi tanda merah dan kuning. Susunan berubah lagi. Kondisi yang mengakibatkan terlambatnya pengumuman kabinet ini, seharusnya diantisipasi bila Jokowi memiliki prioritas.
Setelah Mahkamah Konstitusi memutuskan kemenangannya, ada banyak waktu menyeleksi calon menteri dan kemudian menyerahkannya kepada KPK. Partai-partai pengusung dan pihak berkepentingan, juga punya waktu lebih untuk mengajukan nama calon apabila KPK memberikan tanda merah dan kuning.
Sejak MK memutuskan sengkeka pemilihan presiden pada 21 Agustus lalu, ada waktu sekitar dua bulan yang dapat digunakan Jokowi menyeleksi calon menteri. Sayang waktu tersebut terlewatkan, sehingga saat ini, setelah KPK mememberikan rekomendasi, penyusunan kabinet jadi tergesa-gesa. Tarik-menarik semakin kuat. Beberapa nama yang semula masuk dan dipanggil ke Istana bertemu Jokowi, mendadak berubah.
Demikian juga soal perubahan nomenklatur kementerian yang harus disesuaikan dengan UU No 39/2008 tentang Kementerian Negara. Presiden Jokowi baru menyerahkan surat soal nomenklatur itu pada Rabu (22/10), tiga hari setelah dilantik. Ini dapat dimaknai bahwa, soal perubahan nomenklatur tersebut tidak menjadi prioritas. Seharusnya, surat sudah dapat dibuat dan diberikan pada hari pelantikan. Tidak heran, banyak pihak mempertanyakan tugas Tim Transisi yang dibentuk Jokowi.
Ketika Tim Transisi atau bahkan Presiden menyatakan masih menunggu DPR soal perubahan nomenklatur, tidak menjadi halangan bagi Jokowi mengumumkan sebagian nama menteri kabinetnya, di luar pos kementerian yang diubah. Namun, ini juga tidak dilakukan.
Dalam situasi yang terus berubah, serta tekanan yang semakin kuat antara keharusan segera mengumumkan kabinet dan tekanan kelompok kepentingan, biasanya akan sulit menemukan yang ideal. Tidak hanya itu, ekspektasi yang semakin meningkat, karena proses pembentukan kabinet yang memakan waktu lama, akan pula berakibat buruk ketika nama-nama menteri tidak sesuai dengan yang diharapkan publik.
Publik masih terus menunggu, semakin cepat, semakin baik untuk bekerja, bekerja, bekerja.
oleh: Asro Kamal Rokan, Wartawan dan Kolumnis
Artikel ini ditulis oleh:
Eka