Jakarta, Aktual.com – Rupiah kembali melempem di hadapan dolar Amerika Serikat (AS). Dalam penutupan Selasa (2/10) kemarin, dolar AS kembali merangsek ke level Rp 15.000, tepatnya Rp 15.071 per dolar AS.
Menanggapi hal ini, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman (Menko Maritim) Luhut Binsar Panjaitan pun bersikap santai dan tenang. Kepada awak media, ia mengatakan bahwa pelemahan rupiah ini bukanlah sebuah yang besar.
“Enggak kenapa, kan dolar Rp 15 ribu dia naiknya bertahap. Jadi itu mungkin sekarang real value daripada rupiah,” kata Luhut di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Jakarta, Selasa (2/10).
Tidak hanya itu, ia juga beralasan jika hal ini berimbang dengan kondisi ekonomi Indonesia yang dianggap membaik. Singkat kata, Luhut menganggap merangseknya dolar AS ke level Rp 15.000 tidak perlu dikhawatirkan.
“Kalau inflasi kita ikut jelek ya kita ikut khawatir ya. Lalu, pertumbuhan kredit kita naik kan? Jadi enggak masalah, kita saja yang ribut-ribut jadi masalah,” papar dia.
Namun demikian, hanya satu hal yang menjadi perhatian Luhut dalam kondisi ini, yaitu kenaikan harga minyak.
Sebagaimana diketahui, konsumsi minyak mentah di tanah air masih didominasi oleh minyak impor.
“Yang perlu kita waspadai harga minyak ini kalau naik US$ 80 sampai US$ 100 itu apa yang harus kita lakukan? Sekarang kita sedang hitung dengan cermat,” tutup dia.
Pertemuan IMF-Bank Dunia
Sikap 180 derajat justru ditunjukkan oleh Wakil Ketua DPR Fadli Zon. Ia menilai jika pemerintah sudah tak berdaya terhadap dolar AS.
Fadli Zon berpendapat, tak ada daya dan kekuatan yang dilakukan pemerintah saat ini untuk meyakinkan pasar.
“Ini menunjukkan dan harus dikaji bahwa fundamental ekonomi kita ini jangan selalu dikatakan kuat padahal tidak kuat, lemah,” kata Fadli, Selasa (2/10).
Ia pun mengingatkan pemerintah agar tidak terlalu boros dalam kondisi seperti ini. Salah satu yang ia soroti adalah pertemuan tahunan IMF-Bank Dunia yang akan diadakan di Bali pada pekan depan.
Wakil Ketua Umum Gerindra ini mendesak pemerintah agar membatalkan pertemuan tersebut lantaran tak memberi manfaat yang signifikan terhadap penguatan rupiah.
“Ini juga menunjukkan rencana pertemuan IMF dan World Bank yang akan diselenggarakan nanti dalam 10-12 hari ke depan tidak memberi dampak apapun terhadap penguatan rupiah kita,” jelasnya.
Fadli menyebut perhelatan ini merupakan sebuah bentuk pemborosan. Menurutnya, akan lebih baik jika dana pertemuan IMF-Bank Dunia dialihkan untuk menangani bencana yang melanda beberapa daerah di tanah air.
“Kenapa pemerintah kemudian harus menjadi seperti panitia yang memberikan fasilitas luar biasa? Jadi sebaiknya dananya dialihkan saja untuk bantuan korban gempa di NTB dan Sulawesi Tengah. Saya kira jauh lebih bermanfaat. Masih ada waktu kok,” pungkas Fadli.
Artikel ini ditulis oleh:
Teuku Wildan