Menerobos Pemahaman Umum

Sementara itu Michael Jeffri S..mengatakan bahwa di dalam tradisi agamanya sendiri, Kristen, terjadi pergulatan dalam memosisikan keimanan Kristen ketika bertemu dan berinteraksi dengan tradisi keimanan yang lain.

Bahkan di dalam internal Kristen sendiri, ujarnya, muncul denominasi dan pandangan yang berbeda-beda. Namun sejauh ini perbedaan-perbedaan itu dibiarkan saja.

“Saya tidak tahu apakah ini lahir dari pandangan teoogis atau kesadaran kultural,” tegasnya. Ia menambahkan, gagasan Denny JA menawarkan jalan baru.

Gagasan itu mempertemukan segala sesuatu yang dulu dianggap berbeda, ternyata sebenarnya tidak. Asalkan kita mau masuk dari pintu yang sama, yaitu pintu budaya, alih-alih pintu teologi yang secara apriori menegaskan perbedaan.

Menurut Jeffri, pemikiran Denny JA menerobos pemahaman umum yang meyakini agama sebagai milik komunal. Padahal banyak nilai-nilai agama yang bisa di-share dan diperjuangkan bersama seperti keadilan, kesetaraan, toleransi, perdamaian. dsb.

“Dengan pemahaman seperti itu, maka dapat dikatakan bahwa agama memang warisan kultural milik bersama,” pungkasnya.

 

Sembilan Pemikiran Denny JA

Buku “Era Ketika Agama Menjadi Warisan Kultural Milik Bersama: Sembilan Pemikiran Denny JA Soal Agama di Era Google., diterbitkan oleh Cerah Budaya Indonesia (CBI), Maret 2023.

Di dalamnya terdapat sembilan bab yang masing-masing membahas mengenai aspek-aspek pemikiran Denny JA seputar femomena agama mutakhir dan spiritualitas, yakni:

Bab 1, Iman Berbasis Riset. Bab 2, Manusia: Dengan atau Tanpa Agama. Bab 3, Kitab Suci di Abad 21. Bab 4, Moderasi Beragama dan Kesetaraan Warga.

Bab 5, Hijrah Menuju Demokrasi. Bab 6, Perebutan Tafsir Agama. Bab 7, Menggandeng Sains dan Jalaluddin Rumi.

Bab 8, Spiritualitas Baru Abad 21, dan Bab 9, Agama: Warisan Kultural Milik Bersama Umat Manusia.

Gaus juga meringkas pemikiran Denny JA seputar agama di era Google dalam sembilan butir sbb:

1. Pentingnya pendekatan kuantitatif untuk membuat perbandingan soal  peran agama  di masyarakat.

2. Para arkeolog berjasa mengkonstruksi ulang kisah agama.

3. Setelah Nabi tiada, tiada pula tafsir tunggal agama. Yang tersisa adalah perebutan tafsir. Penting kita memilih tafsir yang sesuai dengan prinsip HAM.

4. Muslim Eropa memgembangkan tafsir Islamnya sendiri yang sesuai dengan kultur Eropa.  Kita pun di Indonesia tak perlu terikat dengan tafsir kultur Timur Tengah.

5. Bagi yang tak meyakini agama, agama dapat dinikmati sebagai sastra. Apa yang terjadi pada kitab suci La Galigo dapat juga terjadi pada agama lain.

6. Pentingnya mencari intisari semua agama berdasarkan the science of happiness dan neuro science. Denny JA mengembangkan spirituality of happiness.

7. Mendekati agama sebagai kekayaan kultural milik bersama. Merayakan hari besar agama lain sebagai social gathering lintas agama.

8. LGBT sebagai isu HAM masa kini. Pentingnya mengembangkan tafsir agama yang tidak mendiskriminasi kaum LGBT.

9. Perlunya menggandeng Science dan Jalaluddin Rumi.

Artikel ini ditulis oleh:

Tino Oktaviano
Jalil