Jakarta, Aktual.com – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkap beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menyehatkan APBN karena telah menjadi instrumen dalam menjaga perekonomian yang tertekan akibat COVID-19.
“APBN perlu secara berangsur-angsur dikonsolidasikan. Tahun lalu saat ekonomi mengalami guncangan kontraksi 2,1 persen, APBN mencoba mendorong ekonomi agar naik dengan defisit 6,1 persen,” katanya dalam acara Kuliah Umum FEB Universitas Padjajaran di Jakarta, Jumat (3/9).
Sri Mulyani menyatakan salah satu cara agar APBN dapat sehat kembali adalah pendapatan negara harus semakin diperbaiki yakni melalui reformasi di bidang perpajakan.
Penerimaan pajak tahun lalu sangat tertekan dengan kontraksi hingga 19,7 persen (yoy) yakni hanya Rp1.070 triliun atau 89,3 persen dari target Rp1.198,8 triliun karena seluruh realisasi komponennya juga mengalami kontraksi.
“Penerimaan pajak kita merosot karena wajib pajak kita mengalami kesusahan,” ujarnya.
Selain mendorong penerimaan pajak, cara lain untuk menyehatkan APBN adalah dengan memperbaiki kualitas belanja baik pusat maupun daerah.
Menurutnya, belanja negara harus semakin diperbaiki, efisien, efektif, tidak tumpang tindih, tidak dikorupsi sekaligus pembiayaan utang harus semakin diturunkan.
Ia menuturkan APBN harus mulai disehatkan karena defisit harus dikembalikan ke level 3 persen pada 2023 setelah diperbolehkan di atas 3 persen mulai 2020 sampai 2022 untuk menopang pemulihan ekonomi.
Meski demikian, ia memastikan APBN akan terus bersifat responsif dan fleksibel untuk menjaga momentum pemulihan yang mulai terjadi pada tahun ini.
Ia menegaskan, sifat APBN yang fleksibel bukan berarti sembrono atau semena-mena dalam mengatur keuangan negara melainkan karena tantangan yang masih sangat tinggi dan selalu berubah.
APBN akan tetap hadir untuk membantu masyarakat, melindungi dari sisi ancaman kesehatan, mengurangi tekanan rumah tangga terutama kelompok paling rentan, dan mendorong dunia usaha.
“Namun apa kah itu kita sembrono? Wong kita juga terus menyampaikan ke publik, DPR, dan kita diawasi BPK. Kita juga terus dinilai para pengamat ekonomi,” jelasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid