Permasalahan Perburuhan dan Ketenagakerjaan merupakan hal yang sangat khas didengar di negara berkembang, khususnya di Indonesia. Hal mana dalam setiap hubungan kerja pasti akan memasuki suatu tahap dimana hubungan kerja akan berakhir atau diakhiri oleh salah satu pihak. hal tersebut sering terjadi karena adanya perselisihan antara pengusaha dengan pekerja.
Perselisihan tersebut merupakan suatu hal yang lumrah karena telah menjadi kodrat manusia, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) salah satunya. Pada Pasal 1 angka 24 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan), menjelaskan defenisi Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.
PHK salah satu peristiwa yang tidak dikehendaki oleh pekerja/buruh, terutama PHK yang dilakukan oleh majikan/pengusaha yaitu PHK atas inisiatif pihak pengusaha dengan alasan, persyaratan dan prosedur tertentu. Meskipun PHK yang dilakukan atas inisiatif pengusaha telah sesuai dengan alasan, persyaratan dan prosedur sebagaimana yang telah ditentukan oleh Peraturan perundang-undangan akan tetapi tampaknya hal itu bertentangan dengan Hak Konstitusional warga Negara Indonesia di bidang ketenagakerjaan sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi, “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak”. Pasal tersebut dapat diartikan bahwa Negara melalui pemerintah memberikan jaminan kepada setiap warga negara untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak.
Pelbagai Upaya hukum dapat dilakukan oleh pihak pekerja/buruh yang mengalami PHK oleh Perusahaan, salah satunya upaya penyelesaian perselisihan yang terbaik yaitu diselesaikan oleh para pihak yang berselisih secara musyawarah dan mufakat tanpa campur tangan pihak lain sehingga dapat dihasilkan kesepakatan yang sama-sama menguntungkan kedua belah pihak yaitu menekan biaya, tenaga dan waktu.
Artikel ini ditulis oleh:
Nurman Abdul Rahman