Seorang karyawan mengamati pergerakan angka Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (2/11). IHSG pada Senin sore ditutup menguat tipis sebesar 9,40 poin atau 0,2 persen ke 4.464,58 dengan 100 saham menguat, 175 melemah, dan 76 stagnan. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/kye/15.

Jakarta, Aktual.com — Bursa Efek Indonesia (BEI) menilai bahwa kebijakan Bank Indonesia yang kembali memangkas tingkat suku bunga acuan (BI Rate) menambah sentimen positif bagi kinerja indeks harga saham gabungan (IHSG).

“Kalau kita perhatikan, kebijakan Bank Indonesia dalam tiga bulan terakhir ini yang memangkas BI rate dari level 7,5 persen menjadi 6,75 persen, itu diikuti oleh laju IHSG yang meningkat,” ujar Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia, Nicky Hogan di Jakarta, Jumat (18/3).

Menurut dia, dengan laju indeks BEI yang terus meningkat itu akan mendukung produk-produk investasi di pasar modal Indonesia dapat semakin diminati oleh masyarakat.

Bank Indonesia (BI) untuk ketiga kalinya pada tahun 2016 ini memangkas BI rate sebesar 25 basis poin menjadi 6,75 persen, dari sebelumnya sebesar 7 persen dalam Rapat Dewan Gubernur BI pada 16-17 Maret 2016.

Terpantau pada sesi I perdagangan saham di BEI, IHSG tercatat positif atau naik sebesar 2,06 poin (0,04 persen) menjadi 4.887,75.

Sepanjang tahun ini, Nicky Hogan mengatakan bahwa kinerja IHSG BEI menjadi salah satu yang terbaik di dunia dengan mencatatkan kenaikan sebesar 6,37 persen per 17 Maret 2016. Kinerja IHSG itu juga seiring dengan aksi beli pemodal asing, pada periode itu pemodal asing membukukan beli bersih sebesar Rp3,89 triliun.

“Saya rasa kinerja IHSG itu adalah salah satu dampak dari penurunan BI rate,” ucapnya.

Sementara itu, Ekonom Mandiri Sekuritas Leo Rinaldy mengatakan bahwa Bank Indonesia masih berpotensi untuk kembali memangkas suku bunganya sekali lagi sebesar 25 basis poin menjadi 6,5 persen pada April 2016 nanti.

“Potensi itu merupakan hal yang mungkin dengan asumsi risiko domestik dan eksternal yang terukur,” katanya.

Ia mengharapkan bahwa penurunan BI rate sebaiknya dibarengi dengan kebijakan lain, seperti penurunan suku bunga instrumen “Open Market Operation (OMO) secara berkelanjutan dan juga menurunkan rasio giro wajib minimum (GWM) jika diperlukan. Dan, belanja fiskal yang kuat untuk mendukung pengganda (multiplier) belanja dan likuiditas.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Eka