“Mengeliminasi korupsi itu bukan hanya soal legal atau aturan. Akan tetapi bagaimana mengubah niat menjadi strategi, strategi berubah menjadi sistem dan melahirkan culture.” Demikian disampaikan Kang Yoto, Bupati Bojonegoro
Berdasarkan UU NO.31/1999 jo UU No.20/2001 menyebutkan bahwa pengertian korupsi mencakup perbuatan melawan hukum, memperkaya diri orang/badan lain yang merugikan keuangan /perekonomian negara (pasal 2), menyalahgunakan kewenangan karena jabatan/kedudukan yang dapat merugikan keuangan/kedudukan yang dapat merugikan keuangan/perekonomian negara (pasal 3), kelompok delik penyuapan (pasal 5,6, dan 11). Kelompok delik penggelapan dalam jabatan (pasal 8, 9, dan 10), delik pemerasan dalam jabatan (pasal 12), delik yang berkaitan dengan pemborongan (pasal 7) dan delik gratifikasi (pasal 12B dan 12C).
Melalui definisi korupsi di atas, semua orang sepakat bahwa korupsi itu adalah penyakit. Tidak bisa dipungkiri di Indonesia angka korupsi masih banyak, jika hal ini dibiarkan terus berkembang maka akan bisa merusak serta menghancurkan apapun sistem yang dibuat dan dibangun untuk tujuan baik.
Bukti masih banyaknya angka korupsi di Indonesia adalah, adanya pejabat pemerintah baik pusat maupun daerah yang tertangkap tangan karena menerima suap atau melakukan suap guna memuluskan proyeknya.
Sementara itu, menurut data dari Indonesia Corruption Watch (ICW), pada pertengahan 2015 terdapat 308 kasus dengan 590 orang tersangka. Total potensi kerugian negara dari kasus-kasus ini mencapai 1,2 triliun rupiah dan potensi suap sebesar 457,3 miliar rupiah.
Bojonegoro sebagai salah satu bagian wilayah di Indonesia merupakan daerah yang juga tidak lepas dari yang namanya korupsi. Untuk itu, Bupati Suyoto atau yang akrab disapa Kang Yoto memiliki cara unik untuk mengantisipasi bahaya laten korupsi di wilayah yang terkenal dengan sebutan Bumi Angling Darma tersebut.
Sebagai orang nomor wahid di Bojonegoro ia menerapkan pola pemerintahannya yang lebih menekankan adanya tranparansi anggaran kepada masyarakat. Transparansi tersebut ia lakukan tiap Hari Jum’at yang berlokasi di Pendopo alun-alun Bojonegoro dari mulai pukul 13.00-15.00 WIB.
Selain sebagai sarana menjalin silaturrahim dengan warga, moment tersebut juga bermanfaat untuk mendengarkan aspirasi masyarakat Bojonegoro dan melaporkan pertanggungjawaban kinerja Kang Yoto kepada masyarakat.
Tidak hanya itu, jika dibandingkan dengan kabupaten lainnya di Indonesia, Bojonegoro merupakan kabupaten yang open datanya terbanyak. Karena pemkab mengimplementasikan apa yang disebut ‘lapor’ dan juga mengimplementasikan sms center untuk rakyat.
Hal tersebut bertujuan agar masyarakat tahu apa yang dilakukan oleh pemerintah. Dananya untuk apa, untuk siapa dan habis berapa.
Semoga apa yang dilakukan oleh pemkab Bojonegoro tersebut mampu dijadikan contoh oleh daerah-daerah lainnya yang ada di Indonesia. Agar dana yang seharusnya untuk masyarakat tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab hanya untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya. Selain itu, dengan menghilangnya angka korupsi, maka kehidupan masyarakat akan menjadi lebih sejahtera dan Indonesia akan menjadi negera yang kaya akan ekonomi, SDM dan lain sebagainya.
Oleh: Imron Mahrus Warga Bojonegoro.
Artikel ini ditulis oleh: