Mantan Menko Maritim Rizal Ramli (kiri) bersama Sejarahwan Jose Rijal (kana) saat melakukan kunjungan ke Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin, di Jakarta, Jumat (26/8/2016). Dalam kunjungannya Rizal Ramli meminta agar pemprov DKI lebih memperhatikan Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin tersebut.

Jakarta, Aktual.com – Mantan Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli menyinggung kasus penistaan agama di acara Tahlil dan Manaqib Gus Dur, yang digelar di DPP PKB, Jalan Raden Saleh, Jakarta Pusat, Selasa (27/12).

Atas kasus tersebut, kata dia, memicu aksi besar-besaran yang dilakukan oleh umat muslim pada 4 November dan terakhir pada 2 Desember 2016. Terlebih, masyarakat saat ini sudah sangat kritis terkait dengan hal-hal yang sensitif seperti kasus penistaan agama.

Rizal berkisah pada awal tahun 20-an, Pulau Jawa pernah mengalami aksi besar-besaran pada masa pemerintahan Hindia Belanda, Ketika itu HOS Tjokroaminoto memimpin langsung aksi, karena ada seorang pemuda muslim yang telah melakukan penistaan agama.

Ketika itu, lanjut ekonom senior ini, jumlah massa mencapai 35 ribuan, Surabaya yang ketika itu penduduknya hanya mencapai 300 ribu. Tetapi apa yang dilakukan oleh Pemerintahan Belanda, dia bergerak cepat dan menangkap pelaku penista agama itu.

“Kalau kita lihat yurisprudensinya, setiap kasus begini, langsung ditangkap karena membahayakan,” ujar dia.

Begitu pula, kritik dia, soal intelijen yang seolah menganggap enteng. Ini mengingat, jika sebuah isu sensitif seperti agama disentuh, maka yang menggerakkan massa dalam jumlah yang sangat besar.

“Perkiraan intel, demonstrasi 4 November cuma 35 ribu menurut saya perkiraan itu wajar karena dilihat siapa organisasinya. Oh ini kemampuan organisasinya segini, maksimum 35 ribu atau 2 Desember perkiraannya berapa,” kata Rizal.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu