Jakarta, Aktual.com – Bank Indonesia (BI) mengingatkan kembali pentingnya melakukan proses lindung nilai (hedging) bagi korporasi swasta non bank yang mau melakukan utang luar negeri (ULN).
Hal ini penting, mengingat krisis 1997-1998 salah satu penyebabnya adalah ULN korporasi swasta yang tak dikelola dengan baik atau tanpa dilakukan dengan hedging. Karena pada dasarnya, ULN itu memiliki banyak risiko.
“Kita lihat persoalan (krisis) 1997-1998 salah satunya dipicu risiko ULN yang tak dikelola dengan baik, karena persoalan global, likuiditas, harga dan overleverage swasta. Itu membuat prinsip kehati-hatian di swasta tak bisa dikelola dengan baik,” tutur Asisten Gubernur BI dan Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, Dodi Budi Waluyo di Gedung BI, Jakarta, Selasa (7/3).
Untuk itu, BI telah menerbitkan Peraturan BI No 16/21/PBI/2014 tentang Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Non Bank yang berlaku efektif pada 1 Januari 2015.
“Kondisi sebelum penerapan PBI ini memang meningkatkan ULN secara cepat dan naiknya risiko yang dihadapi oleh debitur baik di dalam atau luar negeri,” ujar dia.
Dalam rangka memitigasi risiko tersebut, BI membaagi ke dalam tiga risiko. Pertama, mitigasi risiko currencey mismatch. Dalam hal ini pentingnya lindung nilai dengan rasio antara jumlah nilai yang dilindungnilaikan dengan selisih negatif antara aset valas dan kewajiban valas.
Kedua, memitigasi risiko liquidity mismatch yaitu risiko likuidtas dengan posisi rasio antara total aset valas terhadap kewajiban valas jangka pendek.
“Ketiga, mitigasi risiko overleverage. Dalam hal ini perlu ada peringkat utang dengan peringkat minimum BB- untuk memperoleh ULN,” jelas dia.
Sejauh ini, kata dia, tingkat kepatuhan pelaporanULN sendiri meningkat setelah adanya PBI ini. Yaitu dari 85% pada triwulan III-2015 menjadi 94,7% pada triwulan III-2016.
“Dan korporasi yang telah menyampaikan laporan KPPK (Ketentuan Penerapan Prinsip Kehati-hatian) pada Triwulan III-2016 memiliki pangsa 97,2% dari total ULN korporasi non bank,” ungkap dia.
Sementara, bagi korporasi yang memiliki ULN dan mematuhi ketentuan ini, cuma sebanyak 6%. “Mereka belum melakukan hedging untuk yang kewajiban antara 3-6 bulan. Tapi kebanyakan perusahaan kecil di sektor manufaktur dan perdagangan,” tutup Dodi.
(Reporter: Busthomi)
Artikel ini ditulis oleh:
Eka