Jakarta, Aktual.com – Pemerintah yang diwakili oleh 4 menteri, yakni Menteri Keuangan, Menteri BUMN, Menteri ESDM, dan Menteri KLHK menyampaikan telah berhasil mengakuisisi atau mengambil alih saham PT Freeport Indonesia melalui penandatanganan head of agreement dengan pihak Freeport McMoran, Kamis (12/07).
Menanggapi hal tersebut, direktur eksekutif Pusat Studi Hukum Energi & Pertambangan (PUSHEP), Bisman Bhaktiar mengapresiasi atas kemajuan negosiasi antara Pemerintah dengan pihak Freeport tersebut.
Meski demikian, sebenarnya akuisisi atau pengambilalihan saham PT Freeport sampai saat ini belum terjadi karena baru sebatas penandatanganan head of agreement.
“Head of agreement hanya sebatas nota kesepahaman atau perjanjian pendahuluan yang belum ada ikatan hukum dan belum bisa dilaksanakan,” kata Bisman di Jakarta, Jumat (13/07).
Merujuk keterangan pihak Freeport disebutkan bahwa head of agreement yang telah ditandatangani tersebut berisi kesepakatan yang memungkinkan Pemerintah untuk memiliki 51% saham PT Freeport Indonesia.
“Sangat disayangkan pengambilalihan saham baru sebatas kemungkinan, namun Pemerintah sudah sepakat memberikan perpanjangan operasi Freeport sampai tahun 2041,” tegasnya.
Ahli hukum pertambangan itu pun meminta Pemerintah menyampaikannya secara transparan dan fair, apa saja isi head of agreement tersebut dan kapan waktu yang pasti pemerintah bisa akuisisi yang sebenarnya atas saham Freeport, termasuk apa saja term & condition atas akuisisi saham tersebut.
“Jangan sampai nanti memiliki 51% saham namun ada term & condition tertentu sehinga tidak bisa berkuasa mutlak atas Freeport termasuk dalam menentukan direksi dan seluruh kebijakan operasi tambang yang dijalankan,” jelasnya.
PUSHEP juga meminta Pemerintah menjelaskan secara pasti berapa harga atau nilai saham yang akan diakusisi, bagaimana cara perhitungan harga saham tersebut, kenapa yang diperhitungkan nilai Freeport hingga tahun 2041 padahal seharusnya cukup sampai 2021, dan darimana sumber dananya. Hal ini sangat penting untuk disampaikan ke publik agar tidak terjadi skandal besar “kongkalingkong” kemahalan bayar harga saham Freeport.
Harus diingat, membeli saham itu aksi bisnis yang bisa menguntungkan tetapi bisa juga merugikan keuangan negara.
“Hal inilah yang harus menjadi perhatian bersama, sehingga sepatutnya Pemerintah harus hati-hati dan mempertimbangkan dengan matang proses pembelian saham Freeport ini,” pungkasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Teuku Wildan