Jakarta, Aktual.com – Komisi VI DPR RI menolak rencana pemerintah yang mewacanakan pembentukan holding dan super holding BUMN. Apalagi, rencana Menteri BUMN Rini Soemarno itu dibuat tanpa konsultasi dengan DPR.
“Yang kita belum setujui itu pembentukan super holding, karena belum dijabarkan dengan tuntas rencana holding-holding dan superholding. Apa itu super holding. apalagi kita dengar wacana pembubaran kementerian BUMN,” ujar Wakil Ketua Komisi VI DPR RI M. Hekal Jakarta, Senin (5/9).
Hekal mengatakan, super holding belum diatur dalam undang-undang, berhubung Rini Soemarno selaku penggagas ide tersebut tak dapat menghadiri rapat-rapat dengan Komisi VI. Maka, kata dia, Menteri Keuangan yang nantinya mesti menjelaskan rencana tersebut.
“Sekarang Sri Mulyani yang harus jelaskan ke kami. Tapi intinya holding atau superholding ini belum diatur oleh undang-undang. Ibaratkan jenis obat baru yang belum terdaftar dan dianggap aman oleh BPOM. Bisa jadi baik, bisa juga jadi racun,” jelas politisi Gerindra ini.
Lebih lanjut, Hekal mengungkapkan bahwa jika superholding itu terlaksana maka DPR tak bisa mengawasi bahkan bisa mengarah pada pembubaran kementerian BUMN.
“Itu dia, sekarang itu belum diatur. komunikasi sama DPR juga minim sekali. Kalau dibubarkan kementerian BUMN, siapa yang bertugas mengawasi BUMN. Apakah mau jalan sebagai korporasi swasta saja? Ya berarti jual seluruh BUMN kita? Ini belum terjawab, belum dibahas dengan benar antara pemerintah dengan DPR,” cetus Hekal.
Ketua DPP Partai Gerindra bidang industri ini menegaskan, fraksinya sangat tidak sependapat alias menolak rencana tersebut. Lagipula, penjelasan yang komprehensif dari Meneg BUMN selaku instrumen pendukung wacana tersebut juga belum ada.
“Sementara saya dari Gerindra minta ditunda sampai dengan selesainya revisi UU BUMN. Supaya kita siapkan dulu perangkat hukum yang mewadahi. Mudah-mudahan teman-teman fraksi lain bisa setuju,” pungkas Hekal.
*Nailin
Artikel ini ditulis oleh: