Jakarta, Aktual.com – Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono menolak membicarakan Izin Usaha Pertambangan Khusus berstatus Sementara (IUPK-S) yang tengah menuai polemik.
Kebijakan yang didedikasikan untuk kepentingan ekspor PT Freeport Indonesia tersebut didasari Peraturan Pemerintah No 1 Tahun 2017 yang menyatakan hanya IUPK yang diperbolehkan melakukan ekspor Mineral mentah.
Namun keinginan Freeport untuk berganti status dari Kontrak Karya (KK) menjadi IUPK, tidak bisa dilakukan dengan serta merta dan dalam tempo yang singkat. Sementara saat bersamaan izin ekspor yang dipegang Freeport telah berakhir sejak 12 Januari.
Alhasil untuk segera mengeluarkan izin ekspor, maka pemerintah melakukan inisiatif mengeluarkan diskresi IUPK-S.
“Saya nggak mau bicara IUPK-Sementara, karena itu belum. Jadi nggak usah dibicarakan. Saya belum bicara itu, ada atau tidak (landasan hukumnya) saya belum bisa bicara itu,” kata Bambang di Kantornya, Kamis (2/2).
Untuk diketahui, Freeport telah mengajukan perubahan kontrak dari KK ke IUPK, namun persyaratannya belum seutuhnya dipenuhi oleh Freeport.
Adapun di antara kewajiban yang harus diselesaikan mengenai pembangunan smelter dalam 5 tahun ke depan, pemenuhahan kewajiban PNBP, status izin pertambangan harus CnC, verifikasi data cadangan mineral yang semua itu harus harus dicantumkan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB)
Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, IUPK-S telah mendapat protes dari banyak kalangan. Layaknya Pengamat Hukum Universitas Tarumanegara, Ahmad Redi yang juga sebagai Juru Bicara Koalisi Masyarakat Sipil, ia menegaskan bahwa pemerintah tidak bisa menjadikan IUPK-S sebagai alibi diskresi. Karena UU No 30 Tahun 2014 tentang administrasi pemerintah, melarang pemberian diskresi apabila bertentangan dengan UU.
“Diskresi harus dilakukan sesuai dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB). Jelas pemberian IUPK Sementara kepada PT Freeport bertentangan dengan Peraturan perundang-undangan dan tidak dilakukan sesuai AAUPB khususnya prinsip transparansi, akuntabilitas, partisipatif dan integritas,” pungkasnya.
Dadangsah Dapunta
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Arbie Marwan