Jakarta, Aktual.com – Beredarnya rekaman pembicaraan yang diduga antara Mentri BUMN, Rini Soemarno dengan Dirut PLN, Sofyan Basir, mengindikasikan sebuah bukti adanya cawe-cawe proyek Ari Soemarno di Kementrian BUMN, PLN, PGN dan Pertamina, hal ini dikatakan oleh Wakil Ketua Komisi VI DPR, Inas N. Zubir.
Menurut Inaz, dalam dunia trading oil and gas, Ari Soemarno menjadi momok yang sangat diperhitungkan oleh trader-trader minyak dan gas di Singapur karena dapat melancarkan bisnis-bisnis mereka dengan Pertamina dan PLN termasuk tender-tender Crudel Oil, RON88(bensin premium) dll serta pengadaan HFO bahan bakar pembangkit listrik terapung dari Turki yang disewa PLN selanjutnya menjadi kasus di KPK.
Dalam konteks rekaman ujar Inaz, diduga suara Rini Soemarno dan Sofyan Basir tersebut adalah proyek storage LNG di Bojonegara, Cilegon yang akan dibangun oleh PT. Bumi Sarana Migas(BSM) dimana pemegang sahamnya adalah Kalla Grup dan Ari Soemarno bekerjasama dengan Mitsui dan Tokyo Gas dengan pinjaman dari JBIC (Japan Bank for International Cooperation).
“Berdasarkan informasi yang saya peroleh, bahwa Kalla Grup dan Ari Soemarno hanya bermodalkan tanah di Bojonegara tersebut, sedangkan seluruh pendanaan akan ditanggung oleh Mitsui dan Tokyo Gas,” kata inas di Jakarta, Minggu (29/4).
Sementara Kementerian BUMN melalui Sekretaris Kementerian BUMN Imam Apriyanto Putro menyampaikan klarifikasi dan membatah mengenai bagi bagi fee proyek.
Ia menjelaskan dalam kontek rekaman itu sebenarnya Menteri BUMN Rini Soemarno dan Dirut PLN Sofyan Basir melakukan diskusi mengenai rencana investasi proyek penyediaan energi yang melibatkan PLN dan Pertamina. Dalam diskusi tersebut jelasnya, baik Menteri BUMN Rini Soemarno maupun Dirut PLN Sofyan Basir memiliki tujuan yang sama yaitu memastikan bahwa investasi tersebut memberikan manfaat maksimal bagi PLN dan negara, bukan sebaliknya untuk membebani PLN.
Percakapan utuh yang sebenarnya terjadi ialah membahas upaya Dirut PLN Sofyan Basir dalam memastikan bahwa sebagai syarat untuk PLN ikut serta dalam proyek tersebut adalah PLN harus mendapatkan porsi saham yang signifikan. Sehingga PLN memiliki kontrol dalam menilai kelayakannya, baik kelayakan terhadap PLN sebagai calon pengguna utama, maupun sebagai pemilik proyek itu sendiri.
Dalam perbincangan yang dilakukan pada tahun lalu itu pun Menteri Rini secara tegas mengungkapkan bahwa hal yang utama ialah BUMN dapat berperan maksimal dalam setiap proyek yang dikerjakan. Sehingga BUMN dapat mandiri dalam mengerjakan proyek dengan penguasaan teknologi dan keahlian yang mumpuni.
Proyek penyediaan energi ini pada akhirnya tidak terealisasi karena memang belum diyakini dapat memberikan keuntungan optimal, baik untuk Pertamina maupun PLN.
“Kami tegaskan kembali bahwa pembicaraan utuh tersebut isinya sejalan dengan tugas Menteri BUMN untuk memastikan bahwa seluruh BUMN dijalankan dengan dasar Good Corporate Governance (GCG),” kata Imam.
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta