Lombok Timur, Aktual.com – Bagian tengah Bendungan Belanting yang melintang sepanjang 50 meter lebih di aliran sungai Desa Belanting, Kecamatan Sambelia, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, ambruk setelah diguncang gempa beberapa waktu lalu.
Dari pantauan Antara di lokasi bendungan, Rabu, konstruksi bendungan setinggi 10 meter lebih dengan ketebalan 2 meter ini sudah tidak dapat beroperasi dengan maksimal.
“Minggu (19/8) setelah gempa terakhir, sebagian dinding bendungan itu ambruk,” kata Ahmad Rizky (32), warga Dusun Urat Malang, yang ditemui ketika sedang membersihkan puing reruntuhan bangunan rumahnya yang berada dekat dengan lokasi bendungan.
Dia berharap konstruksi bendungan penahan air tersebut segera diperbaiki untuk mencegah kemungkinan banjir pada musim penghujan.
Hal ini pun dibenarkan oleh rekannya yang juga ikut membantu membersihkan puing reruntuhan bangungan rumah, Fadli (38).
“Aliran sungai ini besar kalau di musim hujan, malah yang di bawah sana biasa jadi langganan banjir. Apalagi kondisi sekarang, bendungannya sudah jebol, berbahaya,” ujar Fadli.
Kekhawatiran Fadli itu dipaparkan dengan langsung menunjuk titik longsoran yang ada di antara perbukitan hijau sekitar lembah. Mulai dari puncak hingga badan bukit, terlihat sejumlah titik longsor yang menghasilkan warna kontras kecoklatan.
Dari bentangan alam sekitarnya, terlihat lebar aliran sungai yang ada di sepanjang lembah perbukitan kaki Gunung Rinjani ini cukup besar dan mengalir hingga hilirnya yang bertemu dengan lautan.
Untuk mengakses lokasinya, bisa ditempuh dari bibir jalur utama bagian Timur Pulau Lombok, tepatnya dari Desa Belanting, Kecamatan Sambelia, Kabupaten Lombok Timur.
Dari jalan masuk samping Puskesmas Belanting, kendaraan roda empat dapat mengakses jalur yang cukup terjal dan berundak tersebut hingga tiga kilometer ke lokasi bendungan.
Karena itu Fadli khawatir tatkala musim penghujan tiba, debit air sungai akan bertambah besar. Tingginya debit air sungai tentunya dipengaruhi longsor yang telah bercampur dengan tanah bebatuan dan batang pepohonan.
Sisa-sisa longsoran akibat gempa itu pun akan mengalir deras dari lereng perbukitan hingga kemudian menghantam bendungan. Pemukiman dan perkebunan milik warga yang ada di sekitaran, pastinya tidak luput dari keganasan banjir bandang.
“Kalau bendungan jebol, jembatan bisa roboh. Itu (sambungan jembatan) saja sudah patah. Pas gempa Minggu (19/8) siang, itu jembatan saya lihat goyang naik turun,” kata Arif, pria asal Desa Belanting yang turut khawatir bila musim penghujan tiba.
Apabila jembatan yang menjadi salah satu jembatan terpanjang di Pulau Lombok tersebut putus, maka warga yang ada di bagian Timur Laut Pulau Lombok ini akan terisolir, khususnya desa di Kecamatan Sambelia, Kabupaten Lombok Timur, seperti Desa Dara Kunci, Belanting, Obel-obel, dan Madayin.
“Mau tidak mau putar arah dari Sembalun atau Bayan, Lombok Utara, cukup jauh,” ujarnya.
Dalam catatan di bulan Maret 2012, Jembatan Belanting ini pernah ambruk akibat diterjang banjir bandang yang datang di musim penghujan. Akibatnya, sejumlah dusun terisolasi dan ratusan warganya harus mengungsi keluar.
Karena roboh, pemerintah kemudian membangun kembali jembatan dengan konstruksi baja sambung. Dengan panjang mencapai 100 meter lebih, jembatan ini hanya ditopang oleh satu tiang penyangga yang ada di bagian tengah jembatan.
Menanggapi kondisi tersebut, Komandan Satuan Tugas Gabungan Terpadu PDB Gempa Lombok Kolonel Inf Farid Makruf, yang dihubungi wartawan di Mataram, Rabu, mengatakan, persoalan ini akan dibahas dalam rapat dengan pihak pemerintah daerah.
“Sore ini saya akan rapat dengan pemerintah, nanti akan saya coba bicarakan,” kata perwira TNI yang pernah menjabat sebagai Danrem 162/Wira Bhakti ini.
Ant.
Artikel ini ditulis oleh:
Teuku Wildan