Medan, Aktual.co — Catatan sejarah yang pernah disusun oleh Angkatan Laut Sibolga di dalam buku “Pertempuran Laskar Laut Sibolga” menyebutkan, pendaratan armada Jepang di Kota Sibolga serentak dengan pendaratan besar-besaran di seluruh wilayah Indonesia pada tahun 1942 silam.
Setelah mendarat, Jepang membentuk badan-badan pertahanan, salah satu diantaranya disebut Kaigun Heiho (Prajurit Angkatan Laut) yang berada di Padang. salah satu kesatuan di dalamnya disebut ‘Hattori Butai’ dimana Oswald Siahaan, pahlawan asal Sibolga itu pernah menjadi salah satu di antaranya. Oswald bahkan sempat menjadi komandan yang membawahi 39 orang.
Perekrutan pemuda untuk dilatih berperang itu dengan alasan mempertahankan negara dari agresi Sekutu dalam perang Asia Raya. Perekrutan ini secara tidak langsung menyeret Indonesia dalam kancah perang dunia ke II.
Alasan itu ternyata hanya isapan Jempol. Selain menggunakan kekuatan pemuda Indonesia untuk melakukan perlawanan terhadap Sekutu. Jepang ternyata melakukan aksi penjajahan selama 3,5 tahun. Kekejaman Jepang dikenal dengan kerja rodi atau kerja paksa yang menjadikan Pribumi sebagai “Romusha” dan dikenal jauh lebih kejam dari penjajahan Belanda selama selama 3,5 abad.
“Gambarannya Jepang itu mendarat serentak di Indonesia 1942, mereka merekrut para pemuda dengan alasan utama mempertahankan negara dari agresi Sekutu, dalam prakteknya membantu jepang melawan Sekutu,” ujar Pasintel Lanal Sibolga Kapten Laut (E) Arief S melalui Doy Wijaya, Anggota Sekretariat Lanal Sibolga kepada Aktual.co belum lama ini.
Jepang, melirik Kota Sibolga karena wilayahnya yang strategis. Yakni, sebuah Teluk yang potensial dijadikan sebagai basis pertahanan. Tak hanya itu, Sibolga dipandang sebagai wilayah yang aman dari bencana alam, khususnya Tsunami karena dibentengi gugusan pulau-pulau.
“Setelah masuk ke Sibolga, mereka melihat letak strategis, teluk yang dibentengi Pulau-pulau, termasuk Nias dan pulau batu, termasuk ancaman tsunami. Kita punya modal itu. Kemudian letak teluk Sibolga, sangat strategis menghancurkan lawan yang akan melakukan pendaratan, makanya membentuk pertahanan, termasuk di pulau Situngkus ada Meriam Kaliber berat milik Jepang yang bertugas menghancurkan kapal-kapal perang,” imbuhnya.
Menurut Doy, armada perang Jepang saat Perang Dunia II berlangsung memang dikenal tangguh dan lihai. Itu terlihat dari strategi dan pola Jepang memasuki Indonesia. Jepang mengirimkan pasukan mata-mata yang telah bekerja di Indonesia jauh sebelum melakukan pendaratan ke daratan Nusantara.
“Dia tidak langsung mendarat dan tau semuanya, belajar dari pendaratan di Surabaya misalnya, mereka sudah mengirimkan mata-matanya untuk melakukan survey. Mereka berprofesi ganda, misalnya pelacur di Surabaya, kemudian ada pedagang, dan mereka membentuk sandi. “
“Tidak ada kesulitan Jepang masuk ke Indonesia, karena sandi-sandi itu. Saya yakin di Sibolga juga sama, dan sudah dipetakan seluruh Indonesia, kalau ndak begitu mana mungkin mereka mendarat di Indonesia dengan mudah. Dan yang menarik, darimana mereka mengetahui letak strategis Kota Sibolga?” urai Doy. (Bersambung…….)
Artikel ini ditulis oleh: