Ilustrasi korupsi balasbudi saat pemilu (Istimewa)

Jakarta, Aktual.com – Politik uang dalam sebuah perhelatan pesta demokrasi sudah menjadi rahasia umum oleh masyarakat. Praktik ini seakan sulit diberantas dan kerap terjadi dalam kehidupan demokrasi di tanah air.

Mantan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang kini aktif di Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD), Daniel Zuchron menyatakan, mengusulkan agar dibentuknya unit intelejen pemilu atau election intelligence unit (EIU) untuk mencegah praktik politik uang.

Menurut Daniel, berbagai upaya sebenarnya telah dilakukan untuk mencegah adanya politik uang, salah satunya dengan membatasi dana kampanye yang diatur oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

“Sebenarnya ketentuan pidana larangan praktek ‘politik uang’ sudah ada sejak UU Pemilu 1955. Dan terus diulang pada pemilu selanjutnya lebih ketat khususnya pada pemilu paska reformasi,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima pada Kamis (31/5) dini hari.

Sumber keuangan pada momentum politik pemilu, kata Daniel, terkait erat antara dana kampanye dan sumber pendanaannya yang bisa menjangkau hingga konteks non pemilu. Dan perkembangan mekanisme hukum soal politik uang juga terus berkembang hingga menjadi tiga bidang yakni tindak pidana pemilu, administrasi pemilu dan pidana non pemilu.

“Batasan perbuatan pemberian uang atau barang pada pemilih untuk tujuan mempengaruhi pilihan secara illegal menjadi patokan normatif. Sehingga pencegahannya ditingkat hilir berupaya menangkal situasi kondisi itu,” katanya.

Bawaslu kata dia, oleh UU, secara khusus memang telah ditentukan sebagai otoritas pencegahan praktik politik uang.

Tidak hanya itu, UU juga memberikan pedoman umum untuk menjamin tugas itu. Pedoman pencegahan tersebut dipandu dengan upaya identifikasi, pemetaan, koordinasi, supervisi, bimbingan, pemantauan, evaluasi dan partisipasi. Pencegahan terhadap potensi praktik politik uang dengan pedoman metodologis pada lingkup tiga bidang itu hendaknya diefektifkan oleh Bawaslu.

Karena Bawaslu diplot sebagai leading sektornya, koordinasi tiga bidang yang menjadi mekanisme penegakan hukum pemilu kata Daniel, menjadi kunci pemberantasan politik uang, baik di Pemilu atau pun di Pilkada. Karena itu penyediaan tools pengawasan yang bertujuan secara khusus mengawasi hulu- hilir yang potensial memicu praktek politik uang menjadi tugas rutin Bawaslu nantinya.

“Hal ini menjadi dasar pemikiran perlunya penerapan unit intelejen pemilu atau Election Intelligence Unit (EIU),” kata Daniel.

Ia menambahkan, saat ini beragam jurus dikeluarkan dan diandalkan Bawaslu dalam melawan politik uang. Jurus – jurus tersebut diantaranya lewat deteksi dini melalui Indek Kerawanan Pemilu dan juga deklarasi perang terhadap politik uang di sejumlah daerah.

Namun meski deklarasi perang terhadap politik uang dilakukan massif, bukan berarti potensi politik uang yang dilakukan peserta pemilu beserta perangkat pendukung lainnya seperti tim sukses, konsultan politik, relawan, atau lainnya, menjadi tidak ada. Lebih lanjut Dian mengatakan, untuk Jawa Timur, politik uang masih menjadi momok.

Keberadaannya menghantui Pilgub Jatim 2018. Bahkan berpotensi menjadi ancaman kontestasi. Berdasarkan hasil survei Surabaya Survey Center (SSC) periode April 2018, angka toleransi pemilih dengan politik uang masih tinggi yakni 73,6 persen. Mereka akan menerima politik uang atau barang lainnya jika ada tawaran dari kandidat atau calon, tim sukses, atau lainnya. Di tingkatan kabupaten/ kota, kondisinya tak jauh berbeda.

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan