Jaksa Agung HM Prasetyo (Aktual/Ilst.Nelson)

Jakarta, Aktual.com — Terpilihnya pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru langsung dihadapkan pada penuntasan kasus. Salah satunya adalah kasus korupsi Bantuan Sosial Pempov Sumatera Utara (Sumut) yang menyeret sejumlah politisi Partai Nasional Demokrat (Nasdem).

Pimpinan KPK yang baru diharapkan dapat mengungkap lebih dalam keterlibatan Jaksa Agung HM Prasetyo dalam kasus yang menjerat mantan Sekjen Partai Nasdem Patrice Rio Cappela tersebut.

“Ini PR bagi pimpinan KPK yang baru, seharusnya kasus tidak boleh dilokalisir, nggak usah takut,” ungkap pakar hukum pidana, Yenti Ganarsih saat dihubungi wartawan, Minggu (20/12).

Dia mengatakan setiap kesaksian di persidangan seharusnya ditindaklanjuti dengan pemanggilan. Apalagi dengan jelas nama Jaksa Agung HM Prasetyo disebutkan dalam persidangan. Bila tidak dipanggil, menurutnya wajar kalau masyarakat menaruh curiga.

Setiap kesaksian di bawah sumpah harus dibuktikan, apakah kesaksian tersebut asli atau tidak. Dia mengatakan dalam kesaksian seorang saksi tidak boleh asal bicara.

“Penanganannya ya harus dipanggil, KPK tugasnya memang menindaklanjuti institusi termasuk institusi penegak hukum seperti Kejaksaan,” tutur Yenti.

Seperti diketahui nama Jaksa Agung HM. Prasetyo disebut dalam kesaksian mantan anak buah pengacara Otto Cornelis Kaligis, Fransisca Insani Rahesti. Siska mengatakan Evy Susanti, istri Gubernur Sumut (nonaktif) Gatot Pujo Nugroho menyiapkan uang sebesar USD 20.000 untuk Prasetyo terkait penanganan perkara Gatot di Kejagung.

Hal itu terungkap dalam persidangan dengan terdakwa mantan Sekjen Partai Nasdem Patrice Rio Capella, di Pengadilan Tipikor. Siska membeberkan, Evy menitipkan pesan kepadanya untuk menyampaikan kepada Rio mengenai adanya kesediaan dana sebesar USD 20.000 atau sekitar Rp 275 juta untuk Jaksa Agung HM. Prasetyo.

Jum’at lalu (18/12), Sidang Paripurna DPR telah menyetujui dan menetapkan lima komisioner KPK periode 2015-2019. Mereka adalah Agus Rahardjo (ketua), Basaria Panjaitan, Alexander Marwata, Saut Situmorang, dan Laode Muhammad Syarif.

Artikel ini ditulis oleh: