Dialog Pilar Negara tema "Menjaga Kedaulatan Laut NKRI dari Visi Pertahanan dan Budaya" pembicara Wakil Ketua Badan Pengkajian MPR RI TB Hasanuddin dan Pakar Hukum Internasional Hikmahanto Juwana (kanan) di Ruang Presentasi MPR Nusantara IV Jakarta. Senin (22/6/2015). TB Hasanudin mengatakan, tahun 2009 sudah buat konsep kapal patroli cepat dengan mengeluarkan anggaran sebesar Rp 67 triliun untuk patroli 10. Batas negara. Sayangnya 10 batas negara itu masih belum bisa terselesaikan dengan baik. AKTUAL/JUNAIDI MAHBUB

Jakarta, Aktual.com – Wakil Ketua Komisi I DPR RI TB Hasanuddin sepakat dengan pernyataan Panglima TNI Gatot Nurmantyo yang mengatakan, “bila penindakan terorisme dimasukan sebagai kategori tindak pidana, maka akan tumbuh subur di negeri ini.”

Hal itu menanggapi rancangan Undang-Undang (RUU) tentang terorisme terkait dengan wacana mamasukan kegiatan tersebut sebagai tindak pidana.

“Saya setuju dan itu benar, jadi teroris itu ada tingkat derajat ancamannya kepada negara, mulai kelompok kecil dengan motivasi macam-macan, ketika dalam kelompok besar, motifnya mengganti ideologi negara, maka tidak bisa lakukan tindakan pidana teroris,” kata Hasanuddin, di Jakarta, Rabu (12/10).

“Seperti, misalnya ISIS, itu mau pendekatan polisional, negara harus menurunkan segala kemampuan yang ada karena tingkatnya sudah besar,” tambah dia.

Oleh karenanya, sambung politikus PDI Perjuangan itu, perlu adanya pemikiran komprehensif, teroris tidak bisa dilakukan dengan pendekatan tindakan pidana semata dalam artian penangananya tidak bisa hanya pada satu komponen saja.

“Mari lihat di negara-negara di dunia, bahwa ada 3 kompenen dasar hadapi teroris, yakni penegakan hukum, intelijen negara, dan militer. Negara di dunia menerapkan tiga komponen itu, kan tinggal praktiknya, tinggal kapasitasnya mana, kalau masih kecil, cukup dengan penegak hukum dan intelijen, kalau besar baru militer yang turun,” pungkas dia.

Novrizal Sikumbang

Artikel ini ditulis oleh:

Novrizal Sikumbang
Arbie Marwan