Jakarta, Aktual.co — Lonjakan harga beras yang terjadi saat ini tidak mempengaruhi keuntungan petani. Pasalnya, petani menjual hasil panen pada tengkulak dengan harga normal.
Dosen IPB yang juga menekuni bidang pangan, Sugianta mengatakan para tengkulak tersebut memanfaatkan situasi, yaitu membeli beras petani dengan harga normal atau bahkan lebih murah. Setelah itu, mereka menjual beras langsung ke distributor dengan harga yang lebih mahal.
“Atau biasanya tengkulak tahan dulu berasnya, nanti dia jual ke distributor lebih mahal. Dari distributor satu ke distributor lainnya ada kenaikan harga juga, dan akhirnya sampai di masyarakat dengan harga seperti sekarang,” ujar Sugianta saat dihubungi Aktual.co, Rabu (25/2).
Sugianta menjelaskan, jika dilihat dari aspek hulu, kenaikan harga beras bisa disebabkan oleh naiknya harga pupuk, benih, dan pestisida. Pasalnya, kata dia, pasca kenaikan harga BBM pada November lalu dan penurunan pada Januari, harga-harga pertanian belum sepenuhnya turun.
“Karena kemarin kita sempat musim hujan terus-menerus, banjir dibeberapa wilayah juga mempengaruhi, akibatnya banyak serangan hama dan produksi panen berkurang,” ujar Sugianta saat dihubungi Aktual.co, Rabu (25/2).
Namun, lanjut Sugianta, mahalnya harga-harga pertanian juga tidak mempengaruhi penentuan harga beras di petani. Penentuan harga beras, kata dia, biasanya dilakukan sekali dalam satu musim.
“Biasanya dihitung satu musim panen, tergantung petani itu menanam jenis padi apa, bisa tiga sampai enam bulan panennya,” pungkasnya.
Untuk diketahui, harga beras di pasaran terus melonjak naik. Di Pasar Induk Kramat Jati Jakarta, harga beras kualitas menengah mencapai Rp12.000/kg dari sebelumnya Rp9.000/kg, sedangkan harga beras kualitas premium mencapai Rp15.000/kg dari sebelumnya Rp12.000/kg.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka
















