Malang, Aktual.com – Bagai ‘berbalas pantun’ persoalan tudingan dugaan adanya praktik plagiasi di buku ‘Sosiolinguistik Qurani’ yang ditulis Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Malang, Mudjia Rahardjo, ternyata berbuntut panjang.

Tak terima dituding lakukan plagiat dan diberitakan oleh tiga media massa, Mudjia pun melaporkan ke Polda Jatim, Abdul Aziz selaku sekretaris dewan pakar Komite Anti Plagiasi (KOAPSI) yang menudingnya.

Dari pemberitaan tudingan itu yang dimuat tiga media, Mudjia menganggap Aziz telah melakukan penghinaan dan pencemaran nama baiknya.

Persoalan tak berhenti di situ. Dilaporkan ke polisi, Aziz pun menilai langkah Mudjia sebagai upaya mengkriminalisasi dirinya.

“Kami dilaporkan dan telah dipanggil dalam pemeriksaan oleh Penyidik Ditreskrimum Polda Jatim dengan tuduhan pencemaran nama baik,” ujar kuasa hukum Aziz, Andi Syamsul Bahri SH, saat dihubungi Aktual.com, Kamis (15/10).

Dituturkan Andi, ada tiga hal yang membuat mereka menganggap laporan Mudjia adalah upaya kriminalisasi.

Pertama, dasar dari dikeluarkannya surat Penghentian Penyidikan Perkara atau SP3 oleh pihak kepolisian Polda Jatim. “Salah satu alasan keluarnya SP3 adalah pencabutan laporan yang sebelumnya dilayangkan oleh pihak LSM lain ke Ditreskrimus Polda Jatim. Maka pasal penghinaan, pencemaran dan fitnah yang dituduhkan pada klien saya (Abdul Aziz) tidak memenuhi unsur,” ujar Andi.

Juga disebutkan kalau Aziz bukanlah pihak yang dirugikan jika benar ada plagiat yang dilakukan Mudjia. Padahal, salah satu pihak yang karyanya diplagiat telah diperiksa sebagai saksi.

“Dan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP)-nya, dia (saksi) merasa keberatan akan diterbitkannya tulisan Mudjia itu,” kata Andi.

Kedua, Andi juga heran dengan tindakan Litbang Kemenag. Dimana Litbang menganggap tidak ditemukan adanya plagiasi dalam karya yang dibuat Mudjia. Namun laporan akan hal itu justru bukan diserahkan ke Mudjia selaku yang dituding. Tapi malah diserahkan ke Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin.

“Kami keberatan dengan sikap Litbang Kemenag. Karena mereka belum pernah mengkaji secara mendalam pihak-pihak yang diduga melakukan plagiat dan juga mereka yang karyanya diplagiat,” ujar dia.

Lalu keberatan yang ketiga adalah terkait pemberitaan di media massa. Kata Andi, sesuai UU pers itu seorang narasumber- dalam hal ini Aziz- tidak bisa dijadikan tersangka terkait pemberitaan. Urusan itu haruslah melalui kajian dewan pers.

“Lagipula jika dia (Mudjia) tidak terima dengan pemberitaan yang dimuat di tiga media itu kan dia bisa menggunakan hak jawab,” ujar Andi.

Kata Andi, pemberitaan ketiga media tersebut digunakan oleh pelapor untuk mengkriminalkan Aziz ke penegak hukum dengan tuduhan telah menghina dan atau mencemarkan dan atau memfitnah Mudjia.

Padahal, ujar Andi, hingga kini para pejabat Kemenag RI terkait, baik Direktur Diktis, Dirjen Pendidikan Islam dan Menteri Agama tengah mengupayakan untuk membentuk tim etik untuk menilai ada tidaknya plagiat.

“Anehnya, di tengah penantian kami menunggu keputusan tim etik yang tak kunjung selesai, justru kami dilaporkan pihak Mudjia Rahardjo ke Polda Jatim,” ujar dia.

Karena itulah, lanjut Andi, pihaknya menilai laporan Mudjia ke polisi merupakan upaya kriminalisasi untuk melemahkan gerakan anti plagiasi dengan pendekatan kekuasaan.

Artikel ini ditulis oleh: