Jakarta, Aktual.com – Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Suhariyanto menegaskan, dalam mengukur masalah ketimpangan, banyak menggunakan metodologi yang berbeda-beda.

Makanya, kata dia, ketika muncul rilis ketimpangan dari LSM Oxfam, hasilnya berbeda seperti yang disebutkan BPS. Oxfam sendiri menyebut, kekayaan yang dimiliki empat taipan di Indonesia, ternyata sama dengan kekayaan 100 orang miskin. Hal itu dirasa kontradiktif mengingat sebelumnya BPS merilis rasio ketimpangan (gini ratio) mengalami penurunan. Saat ini sebesar 0,394.

“Bagi BPS, sumber data ukuran gini rasio itu berdasar pengeluaran (konsumsi), bukan berdasar pendapatan. Karena sulit kita ukur dari pendapatan, tidak mungkin masyarakat mau ditanya door to door,” ujar dia,  di Jakarta, Rabu (1/3).

Kata dia, dengan menggunakan data Sensus Nasional, BPS dalam setiap tahun menghitung rasio ketimpangan berdasar gini ratio.

“Saat ini, gini ratio kita di 0,394. Kalau Oxford datanya berbeda. Tapi fenomena yang terjadi sama. Makanya, ketimpangan itu masih menjadi PR besar dan ke depan perlu perbaikan langkah-langkah untuk atasi ketimpangan,” jelas Kecuk, sapaannya.

Untuk itu, BPS juga menyarankan kepada pemerintah agar ada program serius untuk mengurangi ketimpangan, antara lain dengan memudahkan rakyat untuk akses baik pendidikan maupun dari aspek modal.

“Makanya, pemerintah harus punya strategi untuk fokus mengatasi ketimpangan. Harus ada redistribusi aset agar merata, serta akses rakyat harus bisa lebih mudah ke permodalan. Jika begitu, bisa mendongkrak ekonomi kreatif,” paparnya.

Sebelumnya, LSM Oxfam merilis, harta milik empat orang terkaya di Indonesia sama dengan gabungan kekayaan 100 juta orang termiskin. Data itu mengacu ke Data Kekayaan Global (Global Wealth Databook). Disebutkannya, bahwa duit yang dihasilkan orang terkaya di Indonesia setiap tahunnya cukup untuk mengentaskan kemiskinan ekstrem di negara ini.

Karena itu, pemerintah Indonesia didesak mengurangi ketimpangan ekonomi di Indonesia, yang menempati peringkat enam dalam daftar negara dengan ketimpangan distribusi kekayaan terburuk di dunia.

Laporan terbaru dari LSM Oxfam dan forum LSM internasional untuk pengembangan Indonesia INFID itu menyatakan, kendati jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan menurun dari 40% menjadi 8% sejak tahun 2000, tapi manfaat dari pertumbuhan ekonomi ternyata tidak tersebar secara merata.

(Reporter: Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Eka