Jakarta, Aktual.com – Peneliti Formappi Lucius Karus melayangkan kritikan terkait banyaknya anggota DPD RI yang masuk partai politik belakangan ini . Dia menilai, sikap para anggota DPD sebagai bentuk kegalauan untuk memenuhi syahwat politik di tengah-tengah kewenangan DPD yang serba terbatas.

Lucius menilai, mereka seolah lupa dan tidak sadar ketika ‎mencalonkan diri sebagai anggota DPD adalah berdasarkan perseorangan bukan dari partai politik. Namun, kata dia, kenapa tiba-tiba di tengah perjalanan mereka kemudian berubah bukan memposisikan diri sebagai perseorangan, melainkan menjadi bagian dari parpol.

“Ada sebuah keanehan bagaimana orang-orang yang sejak awal maju secara sadar sebagai anggota DPD dari jalur perorangan, kemudian tiba-tiba gabung dan menjadi pengurus partai. Saya kira ini sesuatu kekonyolan,” ujar Lucius dalam diskusi Parpolisasi DPD RI Penghianatan Reformasi yang diadakan Aliansi Nusantara di kawasan Cikini, Minggu (26/3).‎

Dalam pembentukan UUMD3 sebenarnya sejak awal sudah dibahas agar DPD bersih dari orang-orang parpol. Namun, suara-suara itu kata Lucius belum terdengar secara kencang. Sehingga, fenomena anggot DPD yang masuk parpol terjadi begitu saja dengan mudah. Padahal kata dia, ini tidak sesuai dengan cita-cita reformasi.

“Saya kira ini yang harus kita kritisi, bukan karena kewenangan yang tidak seimbang dengan DPR, tapi sejak awal anggota DPD adalah wakil perseorangan yang punya hak pengawasan terhadap otonomi daerah sesuai dengan cita-cita reformasi.”

Lucius mengakui, mengakui di era reformasi ini sulit untuk tidak bisa mengaitkan persoalan politik di DPD. Sebab tidak hanya di DPD, hampir semua lembaga dan pos-pos strategis di negara ini sudah dikuasi oleh parpol. Hal ini menunjukan kekuasaan parpol sudah sedemikian kuat.

“Memang susah untuk tidak mengkaitkan persoalan bangsa ini dengan urusan politik. Anggota KPU saja sudah diwacanakan boleh dari parpol. Cuman kan, kalau semua diisi parpol kesannya kemaruk (serakah). Biarkanlah DPD diisi oleh orang-orang yang murni perseorangan.”

Sementara, pakar hukum tata negara‎ Margarito Kamis mengatakan, memang kalau berbicara secara hukum atau UU tidak ada larangan anggota DPD masuk parpol. Karena UU tidak mengatur secara jelas. Mungkin kata dia, persoalan ini hanya bisa diambil dengan pendekatan etik atau tidak etik.

“Saya katakan kalau secara konstitusi memang tidak ada larangan, anggota DPD masuk parpol. Persoalan ini hanya bisa dinilai dari segi pandang etik atau tidak etik,” ujar dia dibtempat yang sama.

Namun, kata Margarito ketika seseorang sudah berbicara persoalan etik, tafsirnya bisa macam-macam tidak bisa sama. Ia justru mengusulkan agar UUD 1945 diamandemen lagi untuk memperkuat posisi dan peran DPD sebagai lembaga tinggi negara. Sebab, DPD saat ini dianggap seperti macan ompong.

“Agar DPD tidak selalu disepelekan, maka kewenangannya harus ditambah. DPD harus bisa bersama-sama dengan DPR untuk mengambil keputusan, bukan hanya sebatas pengawasan.”

Bila hal itu dilakukan, Margarito mengatakan bisa jadi posisi DPD lebih kuat. Karena dia dipilih mewakili daerah provinsi yang punya wilayah jauh lebih luas dibanding anggota DPD yang hanya sebatas dari daerah pemilihan di sejumlah kabupaten atau kota.

“Anggota DPR sering tidak tegas dalam mengambil keputusan karena dia selain mewakili rakyat juga mewakili partai. ‎Tapi kalau DPD jangkauannya lebih luas kalau diberi kewenangan sama.”

Sama halnya dengan Margarito, Pengamat Politik Indria Samego ‎juga mengatakan persoalan ini lebih tepat disandingkan dengan pendekatan etika. Dengan banyaknya anggota DPD yang masuk parpol dikhawatirkan DPD tidak lagi bisa bekerja secara independen dan bebas dari tarik ulur kepentingan.

“Nanti kita  susah untuk membedakan mana kepentingan partai mana kepentingan daerahnya, kalau DPD saja sudah banyak menjadi pengurus partai,” kata dia.

Lebih Lanjut, Indria mengatakan untuk menyelesaikan persoalan ini solusinya diperbaharui sistem UU-nya. Jika tidak, maka sanksi politik bisa diberlakukan oleh mereka anggota DPD yang masuk parpol. Sanksi politik yang dimaksud adalah, masyarakat tidak perlu memilih lagi calon-calon DPD yang menjadi pengurus parpol.

“Kalau tidak memperbaharui aturannya. Ya, paling mereka layak untuk mendapat sanksi politik, tidak perlu masyarakat memilihnya lagi. Cari dan pilih calon yang lain, yang dari unsur perorangan kan masih banyak.”

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu