Jakarta, Aktual.com — Tingginya penghasilan tidak selalu berbanding lurus dengan kondisi keuangan yang sehat. Fenomena paradoks finansial kelas menengah kembali disorot, menyusul banyaknya pekerja bergaji besar yang justru terjebak defisit akibat gaya hidup dan pengelolaan keuangan yang kurang bijak.

Kepala Unit Riset Pasar Modal Bursa Efek Indonesia (BEI) Heidy Ruswita Sari mengungkapkan paradoks keuangan yang kerap dialami kelompok kelas menengah. Menurutnya, besarnya gaji tidak otomatis menjamin seseorang mencapai kemerdekaan finansial.

“Kalau gaji kecil atau besar itu relatif. Yang paling penting adalah seberapa banyak yang tersisa dan bisa kita simpan,” ujar Heidy dalam kegiatan Literasi Keuangan bagi Segmen Perempuan di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, Senin (22/12/2025).

Ia mencontohkan, tidak sedikit pekerja dengan penghasilan puluhan juta rupiah justru mengalami tekanan finansial akibat gaya hidup konsumtif dan beban utang yang tidak terkontrol. Sebaliknya, pekerja dengan gaji lebih kecil tetapi disiplin mengatur pengeluaran dan menabung justru bisa lebih aman secara keuangan.

“Orang bergaji Rp25 juta bisa lebih tertekan dibanding yang gajinya Rp7 juta kalau pengelolaannya tidak benar,” katanya.

Heidy menjelaskan, kemerdekaan finansial bukan semata-mata soal besarnya pendapatan, melainkan kondisi ketika seseorang mampu memenuhi kebutuhan dan keinginannya tanpa rasa khawatir terhadap masa depan keuangan.

“Ketika kita ingin jalan-jalan, umrah, atau mentraktir orang tua, uangnya tersedia dan tidak mengganggu kebutuhan lain,” ujarnya.

Ia juga menekankan pentingnya investasi sebagai instrumen untuk menjaga nilai uang dari tekanan inflasi. Menurutnya, menyimpan uang tanpa strategi justru berisiko menurunkan daya beli dalam jangka panjang.

Namun demikian, Heidy mengingatkan masyarakat agar memahami profil risiko sebelum berinvestasi di pasar modal. “Kalau investasinya bikin tidur tidak nyenyak, berarti itu tidak cocok,” katanya.

Melalui kegiatan literasi keuangan tersebut, BEI berharap pemahaman masyarakat, khususnya kelas menengah, terhadap pengelolaan keuangan dan investasi semakin meningkat. Langkah ini dinilai penting untuk mendorong stabilitas ekonomi keluarga dan memperkuat ketahanan ekonomi masyarakat secara berkelanjutan.

(Nur Aida Nasution)

Artikel ini ditulis oleh:

Eka Permadhi