Jakarta, Aktual.com — Sikap pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang kembali mengeluarkan rekomendasi izin perpanjangan ekspor ke PT Freeport pada 9 Februari lalu terus menuai protes dari berbagai pihak. Selain karena sikap Menteri ESDM, Sudirman Said yang telah melakukan pelanggaran terhadap UU Minerba Nomor 4 tahun 2009, Menteri Sudirman juga dianggap telah memberikan hak istimewa bagi Freeport tanpa meminta komitmen niat pihak PT Freeport dalam mematuhi aturan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah.
Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) MPO, Muhammad Fauzi pun sangat menyayangkan sikap yang diambil oleh Menteri ESDM, Sudirman Said yang memberikan perpanjangan izin ekspor konsentrat kepada PT FI merupakan pelanggaran yang serius.
Selain karena sudah sangat jelas pelanggaran yang dilakukan oleh PT Freeport Indonesia selama ini yang telah melakukan pelanggaran UU Minerba Nomor 4 tahun 2009 pasal 170 yang mewajibkan bagi perusahaan tambang untuk mengelola smelter di dalam negeri paling lama lima tahun sejak dikeluarkannya UU tersebut, perpanjangan ekspor konsentrat selama 6 bulan kedepannya juga bertentangan dengan Pasal 103 dan 107 UU No.4 Tahun 2009 serta Peraturan Pemerintah (PP) No.1 Tahun 2014.
“Ini kan jelas di UU Minerba, bahwa mestinya PT FI tidak melakukan lagi kegiatan ekspor konsentrat sejak Januari 2015 jika tidak memenuhi pembangunan smelter. Jika pada waktu itu pihak PT FI menyatakan komitmennya akan berupaya membangun pabrik smelternya, sehingga pemerintah kembali memberikan kebijakan perpanjangan selama 6 bulan, nah ternyata sampai saat ini belum juga ada realisasi fisik pembangunan smelter tersebut dan anehnya Menteri ESDM, Sudirman Said justri kembali memberikan izin ekspor,” papar Fauzi ke Aktual.com, Senin (15/2).
Fauzi mengungkapkan, apa yang dilakukan oleh Menteri Sudirman said sangat mengusik rasa nasionalisme rakyat dan membuat hati rakyat Indonesia, khususnya Papua yang sampai saat ini belum sejahtera karena keberadaan Freeport, jadi sakit hati.
“Pemerintah terkesan memberikan keistimewaan kepada PT Freeport Indonesia untuk bisa melakukan ekspor tanpa membangun fasilitas pemurnian dan pengolahan bahan tambang mentah (smelter), sementara perusahaan nasional tidak demikian. Sudirman Said menjadi kacung kepentingan asing dan pengkhianat rakyat,” tegasnya.
Ia pun mendesak agar pemerintah meninjau ulang kontrak karya dengan Freeport yang bakal berakhir tahun 2021 mendatang.
“Bila perlu cabut saja. Pemerintah jangan takut untuk ke pengadilan internasional (arbitrasi), karena selama ini yang melakukan pelanggaran adalah PT Freeport,” terangnya.
Hal lain yang menyakitkan rakyat dan publik saat ini, adalah sikap pemerintah yang awalnya memberikan syarat kepada Freeport sebelum dikeluarkan perpanjangan izin ekspornya yaitu uang jaminan USD 350 juta dan beban tambahan bea keluar 5 persen ternyata juga tidak dipenuhi oleh pemerintah.
“Justru Sudirman Said melakukan pembelaan terhadap Freeport yang katanya tidak mampu memenuhi uang jaminan tersebut. Sudirman Said terkesan diatur oleh kepentingan asing dan Freeport,” bebernya.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka