Jakarta, Aktual.com-Sebanyak 38 ribu penghuni penjara Turki dibebaskan, Rabu (18/8) oleh pihak berwajib. Tindakan ini dilakukan untuk memberikan ruangan bagi ribuan orang yang ditahan karena diduga terlibat dalam kudeta militer yang digagalkan beberap waktu lalu.
Dalam kebijakan bertajuk reformasi pidana itu, penghuni penjara dengan masa sisa tahanan kurang dari dua tahun bisa dilepas dengan sejumlah syarat. Di antara yang bisa “dilepas dengan pengawasan” adalah pelaku terorisme, pembunuhan, dan kejahatan seksual.
“Saya bahagia bisa bebas dari penjara. Saya tidak menduga hal ini. Saya berterimakasih kepada Presiden Tayyip Erdogan,” kata penghuni penjara bernama Turgay Aydin sebagaimana dikutip dari kantor berita Anadolu.
Dalam wawancara dengan televisi A Haber, Menteri Kehakiman Bekir Bozdag mengatakan 38.000 orang akan dilepas dalam tahap pertama, namun 93.000 tahanan berpotensi menerima keuntungan yang sama dari program ini.
Menurut data dari Kementerian Kehakiman, ada setidaknya 213.499 penghuni penjara sampai 16 Augustus, atau 26.000 melebihi kapasitas penjara.
Pada waktu bersamaan pada Rabu, pemerintah Turki juga mengeluarkan dekrit yang memecat 2.360 polisi dan lebih dari 100 tentara.
Di sisi lain, dekrit tersebut juga memberi presiden kewenangan memilih kepala angkatan bersenjata.
Erdogan beralasan bahwa pengikut Fethullah Gulen, ulama yang dituding sebagai dalang kudeta, telah menginfiltrasi institusi pemerintah untuk menciptakan negara tandingan.
Sejauh ini, 40.029 orang ditangkap dalam investigasi terkait kudeta dan 20.355 di antaranya sudah resmi menjadi tahanan, kata Perdana Menteri Binali Yildirim pada Rabu.
Selain itu, hampir 80.000 orang dipecat dari jabatan publik, mulai dari pegawai negeri, angkatan bersenjata, kepolisian, guru, sampai lembaga hukum.
Pemerintah juga menutup paksa 4.262 perusahaan dan institusi yang diduga punya hubungan dengan Gulen.
Dalam menanggapi pembersihan besar-besaran itu, negara Barat menuding Erdogan hanya berupaya menyingkirkan musuh-musuh politik–sebuah tudingan yang dapat merusak hubungan dengan anggota kunci NATO dalam memerangi kelompok bersenjata IS.
Tudingan itu dibantah dengan keras oleh Turki, yang beralasan bahwa mereka membersihkan ancaman internal serius dari pengikut Gulen, yang saat ini berada di Amerika Serikat.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara