“Mestinya, penghargaan tersebut diberikan kepada perempuan Indonesia yang paling berjasa kepada rakyat yaitu yang telah terbukti berjuang untuk kepentingan rakyat. Maka, ibu-ibu dari Kendeng Jawa Tengah yang berhari-hari menyemen kakinya di depan Istana lebih berhak menerima penghargaan dari DPR daripada Sri Mulyani,” katanya.
Bisa diputar ulang, lanjut dia, bagaimana ibu-ibu tersebut melakukan aksinya di depan Istana Negara menolak pembangunan pabrik semen di Pati Jawa Tengah. Di bawah terik matahari dan guyuran hujan tidak ada yang beranjak dari depan Istana. Bahkan, salah satu peserta aksi, yaitu Ibu Patmi, meninggal dunia.
“Mereka inilah yang layak mendapatkan penghargaan dari DPR, bukan Sri Mulyani. Selain itu, keputusan pemberian penghargaan ternyata belum melalui Rapat Paripurna. Itu artinya keputusan tersebut hanya kemauan sebagian pihak saja. Buktinya, Wakil Ketua DPR Fadli Zon dari Fraksi Partai Gerindra menolak pemberian penghargaan tersebut,” ujar dia.
Daripada menuai kontroversi di masyarakat, lebih baik penghargaan untuk Sri Mulyani dibatalkan saja. Bila DPR tetap bersikukuh memberikan penghargaan, maka bisa diberikan kepada ibu-ibu dari Kendeng Jawa Tengah yang sudah tampil berani melawan korporasi yang mengancam kepentingan rakyat.
“Bila DPR tetap ngotot memberikan penghargaan kepada Sri Mulyani maka itu artinya DPR telah melukai hati rakyat Indonesia,” kata dia.