Jakarta, aktual.com – Yayasan Konsumen Muslim Indonesia (YKMI) melalui kuasa hukumnya, Ahsani Taqwim Siregar, SH, Amir Hasan, SH, MH, dan Irawan Santoso, SH, mendaftarkan gugatan ke PTUN Jakarta, Rabu (2/3) siang.

Gugatan itu teregister dengan nomor 50/G/2022/PTUN. JKT. yang menjadi objek gugatan adalah Surat Edaran Direktorat Jenderal Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02/II/252/2022 Tentang Vaksinasi Covid 19 Dosis Lanjutan (Booster), tertanggal 12 Januari 2022.

Dalam gugatannya, YKMI menyatakan bahwa mereka telah mengirimkan Keberatan administrasi lebih dulu kepada pihak Dirjen P2P Kemenkes, namun tidak mendapatkan jawaban. Setelah itu, pihak YKMI mengajukan banding administrasi ke Menteri Kesehatan, yang juga selama kurun waktu 10 hari, tidak ada jawaban atas keberatan yang diajukan.

“Ini sudah memenuhi legal standing sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan,” tegas Amir Hasan, pengacara YKMI kepada wartawan di Jakarta.

Ditambahkan Amir Hasan lagi, gugatan itu didasarkan pada Surat Edaran Dirjen P2P Kemenkes tersebut, yang memberikan vaksin booster (lanjutan), yang sama sekali tidak satupun jenis vaksin tersebut memiliki sertifikat halal.

“Ini merugikan hak-hak hukum umat Islam, dan menyalahi ketentuan UU Jaminan Produk Halal,” papar pengacara asal Universitas Sumatera Utara (USU) itu lagi.

Dalam UU JPH, sambungnya, setiap produk yang beredar dan masuk di Indonesia haruslah memiliki sertifikat halal.

“Sementara jenis vaksin booster yang digunakan, sama sekali tak memiliki sertifikat halal, bahkan MUI telah memfatwakan ada jenis vaksin yang mengandung unsur tripsin babi, ini jelas tidak bisa dipergunakan untuk umat Islam,” tegasnya.

Seperti diketahui, dalam Surat Edaran Dirjen Kemenkes tersebut, ada tiga jenis vaksin yang digunakan untuk program booster. Diantaranya adalah vaksin moderna, Pfizer, dan astra Zeneca. Bahkan baru-baru ini Dirjen P2P juga mengumumkan ada tambahan satu jenis vaksin lagi yakni Sinopharm.

“Itu semua vaksin yang tidak memiliki sertifikat halal,” papar Ahsani Taqim Siregar, kuasa hukum YKMI lainnya.

Maka dari itu, sambungnya, kebijakan tersebut harus dibawa ke pengadilan karena sudah merugikan hak-hak hukum umat Islam.

“Kita berharap program vaksin ini juga harus mengikuti perintah UU Jaminan Produk Halal, dimana Vaksin adalah termasuk obat rekayasa genetik yang diwajibkan kehalalannya,” katanya lagi.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain