Jakarta, Aktual.com – Dalam membahas Racangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2017, DPR dan pemerintah telah membentuk empat panitia kerja (Panja), yaitu pertama, Panja Asumsi Dasar, Pendapatan, Defisit dan Pembiayaan. Kedua, Panja Belanja Pemerintah Pusat. Ketiga, Panja Transfer ke Daerah dan Dana Desa RUU APBN 2017, serta Panja Draft RUU.
Untuk Panja Asumsi Dasar, Pendapatan, Defisit dan Pembiayaan sudah disepakati oleh Badan Anggaran (Banggar) DPR beberapa asumsi makro. Seperti yang dibacakan oleh Ketua Panja, Sukiman, di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Selasa (25/10).
“Hasil diskusi asumsi dasar, terdiri dari pertumbuhan ekonomi, inflasi, rata-rata nilai tukar (kurs), tingkat suku bungan SPN (Surat Perbendaharaan Negara) 3 bulan, harga minyak mentah (ICP), lifting minyak dan gas bumi,” jelas Anggota Komisi XI DPR ini.
Kemudian, dia melanjutkan, untuk pertumbuhan ekonomi, dalam RAPBN 2017 ini yang semula 5,3% disepakati menjadi 5,1% atau minus 0,2%. Sedang inflasi di RAPBN 2017 sebesar 4,0% dan disepakati 4,0%.
“Sedang nilai tukar rupiah sesuai dengan angka yang diajukan pemerintah dan Gubernur BI yaitu, Rp13.300 sedang, SPN 3 bulan sebesar 5,3%,” jelasnya.
Sementara untuk harga minyak US$45 yang diajukan, disepakati tetap di angka itu. Dengan lifting minyak yang semula 780 ribu barrel per hari (bph), disepakati sebesar 815 ribu bph, sedang gas bumi sebesar 1.150 bph, disepakati di angka yang sama.
Selain itu, untuk program pengelolaan subsidi energi, kata dia, anggaran untuk program pengelolaannnya di 2017 sebesar Rp77,3 triliun, lebih rendah 14,8 triliun dari usulan RAPBN 2017.
“Sebagaimana susbdi BBM (bahan bakar minyak) dan LPG 3 kg sebesar Rp32,3 triliun. Dan subsidi listrik disepakati sebesar Rp44,9 triliun, subsidi Energi Baru dan Terbarukan disepakati Rp1,2 triliun,” papar Sukiman.
Sementara untuk target pembangunan, terdiri dari pengurangan angka pengangguran, pengentasan kemiskinan, pengurangan ketimpangan atau gini rasio, dan peningkatan indeks pembangunan manusia.
Kata dia, untuk target pengangguran yang semula sebesar 5,3%-5,6% dari total penduduk, disepakati menjadi 5,6%. Tingkat kemiskinan dari 9,5%-10,50% total penduduk, menjadi 10,5%. Target gini rasio dari 0,38% kesepakatannya 0,39%. Dan untuk indeks pembangunan manusia dari 75,3% disepakati menjadi 70,1%.
Sedang dari penerimaan perpajakan non migas, untuk total penerimaan pertambangan mineral sebesar US$ 32,48 miliar. Salah satu faktor penetapan itu relatif rendah, karena harga komoditas seperti batu bara di pasar internasional masih rendah.
“Meski mulai meningkat harganya, namun belum mampu mendorong peningkatan pendapatan negara secara signifikan,” tandas dia.
Selain itu, kata dia, untuk penerimaan non migas lainnya, seperti penerimaan perikanan disepakati Rp950 miliar di 2017. Sedang, penerimaan panas bumi sebesar Rp659,5 miliar, penerimaan pemerintah atas laba BUMN sebesar Rp41 triliun, dan penerimaan PNBP lainnya sebesar Rp 84,42 triliun.
Target PNBP sebesar Rp84,42 triliun itu, secara rinci adalah dari 6 K/L sebagai berikut, untuk PNBP Kemenkominfo Rp14,8 triliun, PNBP Kemenristekdikti Rp3,1 triliun, PNBP Kepolisian RI Rp7,46 triliun, atau lebih rendah Rp1,2 triliun, PNBP Kementerian ATR sebesar Rp2,3 triliun, PNBP Kemenhkumham Rp2,87 triliun, PNBP Kemenhub Rp9,5 triliun, pendadapatan BLU Rp37,6 triliun lebih rendah atau Rp43,2 miliar.
Terkait dengan defisit RAPBN 2017 telah disepakati sebesar 2,41% dari PDB atau sekitar Rp330,1 triliun, pemerintah berupaya menjaga defisit dari batas aman untuk menjaga kesinambungan fiskal dan mengendalikan kerentanan fiskal.
Pembiayaan, kata dia, untuk mendorong akselerasi pembangunan infrastruktur, dan kegiatan produktif. Sehingga panja menyepakati pembiayaan defisit sebesar Rp330,1 triliun, untuk pembiayaan utang disepakati Rp 380,6 triliun. Dan besaran pembiayaan utang tersebut terutama penyesuaian alokasi SBN Rp4,31 triliun, dari Rp 404,3 triliun dalam RAPBN 2017 menjadi Rp399 triliun.
“Jadi, penyesuaian alokasi ini sebagai konsekuensi atas kesepakatan lebih rendahnya pertumbuhan ekonomi,” pungkas dia.
(Busthomi)
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan